Dengan demikian, 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE) adalah:
- Kesadaran diri
- Pengelolaan diri
- Kesadaran sosial
- Keterampilan berelasi
- Membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Kita dapat melaksanakan implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dengan 4 cara sebagai berikut.
- Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
- Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
- Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
- Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Kesadaran penuh (mindfulness) merupakan dasar untuk mengembangkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE). Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat-Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan bahwa kesadaran yang muncul ketika seseorang sedang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat ini dilandasi rasa keingintahuan dan kebaikan. Secara saintifik, berlatih mindfulness secara konsisten akan memperkuat hubungan sel-sel saraf (neuron) otak yang berhubungan dengan fokus, konsentrasi, dan kesadaran.
Koneksi Antarmateri
Keterkaitan Materi PSE dengan Pembelajaran Berdiferensiasi
Well Being mengaitkan pembelajaran berdiferensiasi dengan materi pembelajaran sosial emosional. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada saat anak belajar dengan hati mereka terbuka maka akan terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Proses belajar merupakan suatu anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita dapat menciptakan suatu kondisi yang mengizinkan semua anak mampu mengakses anugerah tersebut. Ketika Kompetensi Sosial-Emosional (KSE) anak atau murid berkembang, maka aspek akademik merekapun turut berkembang.
Hal tersebut tentu saja sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi, yakni serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Bagaimana cara seorang guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang” murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga mampu memastikan setiap murid di kelasnya mengetahui bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya. Dukungan yang dimaksud dapat saja berupa kesiapan sosial emosional mereka sendiri untuk mengikuti pembelajaran, serta bagaimana seorang guru mampu menanggapi atau merespon kebutuhan belajar mereka.
Sebagai seorang guru atau pendidik, tentu saja kita mengetahui bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik apabila tugas-tugas yang diberikan kepada mereka sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu apabila tugas-tugas tersebut berhasil memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan apabila tugas tersebut memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar). Dengan demikian maka ketiga komponen tersebut sudah memenuhi kebutuhan belajar murid.
Apabila kebutuhan belajar murid terpenuhi dan kesiapan sosial-emosionalnya tidak diabaikan, maka well being (kesejahteraan psikologi) murid akan tercipta di dalam kelas, antarguru, sesama murid, serta lingkungan sekolah pada umumnya.
Well being merupakan suatu kondisi pada saat individu telah memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Wellbeing yang optimal dapat terwujud dengan ciri-ciri yang dapat terlihat sebagai berikut.