Budaya positif di sekolah ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid dengan tujuan agar  murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab.Â
Dalam mewujudkan budaya positif  di sekolah peranan sentral dipegang oleh guru.  Guru penting untuk  memahami posisi apa yang tepat untuk mewujudkan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun di lingkup sekolah.
Pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan oleh seorang guru karena perannya sebagai pamong guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab.Â
Keberadaan budaya positif  di dalam sebuah sekolah merupakan urat nadi dari segala aktivitas yang dijalankan warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, siswa, hingga  orang tua. Â
Budaya positif sekolah yang didesain secara terstruktur, sistematis, serta  tepat sesuai dengan kondisi sosial sekolah pada gilirannya dapat  memberi kontribusi yang positif pula bagi peningkatan kualitas sumber daya seluruh komunitas sekolah dalam menuju sekolah unggul.
Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid dapat diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun keyakinan  kelas.Â
Keyakinan  kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal ini juga bertujuan untuk dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan.Â
Sering kali terjadi permasalahan dengan murid yang berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut.
Keyakinan  kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Keyakinan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Keyakinan kelas disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.Â
Keyakinan kelas yang disusun sebaiknya mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Â Oleh karena itu, dalam keyakinan kelas menggunakan kalimat positif sebab lebih mudah dipahami murid dibandingkan kalimat negatif serta mengandung nilai-nilai kebajikan.
Nilai-nilai Kebajikan pada keyakinan kelas akan mendorong seseorang akan lebih termotivasi  dari dalam dirinya sendiri. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya daripada hanya sekadar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.Â
Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.
Sebagai wujud aksi nyata budaya positif di sekolah Kelas X PPLG dan X MPLB, kelas yang saya ampu, membentuk keyakinan kelas. Mereka melalui tahapan pembentukan keyakinan kelas seperti diuraikan di bawah ini.
Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
- Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
- Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
- Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
- Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
- Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
- Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
- Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
- Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
- Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
- Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Sebaiknya mengganti  kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi kalimat-kalimat dalam bentuk positif.
Contoh
Kalimat negatif         :     Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif         :     Berjalanlah di kelas atau koridor.
- Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Kemungkinan  akan mendapati beragam pernyataan tertulis yang masih berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajaklah  warga sekolah/murid-murid untuk menemukan sebuah nilai kebajikan atau keyakinan yang menjadi acuan  dari peraturan tersebut. Misalnya,  Berjalan di kelas, Mendengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah satu perihal keyakinan  yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau pada nilai kebajikan ‘Hormat’.  Keyakinan inilah yang kemudian dimasukkan dalam daftar keyakinan kelas untuk disepakati. Kegiatan tersebut  juga merupakan pendalaman pemahaman pada  peraturan ke bentuk keyakinan kelas atau keyakinan sekolah.
- Tinjau ulang Keyakinan Kelas/Sekolah secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa   peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan kelas/sekolah  tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas/sekolah akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan.
- Setelah keyakinan kelas/sekolah selesai dibuat, Â semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan kelas/sekolah tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
- Keyakinan kelas/sekolah selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.
Agar semua warga kelas/sekolah  dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan yang mencerminkan budaya positif.***
*) Penulis adalah Calon Guru Penggerak Angkatan 5 dari SMKN 2 Sumedang Kabupaten Sumedang
Sumber: Modul 1.4 Budaya Positif, Pendidikan Guru Penggerak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H