Mohon tunggu...
Cerpen

Teman pertama di Hidup ku

22 Mei 2015   15:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teman Pertama Di Hidupku - Cerpen Persahabatan

TEMAN PERTAMA DI HIDUPKU Karya Sri Ayu Aku hanya tertududuk terdiam menundukan kepalaku, ya... seperti ini lah kehidupanku disekolah yang menurutku sangat kejam ini. Bagaimana tidak ? semua anak membenciku karna aku seorang putri yang profesi orang tuaku adalah seorang penjual susu kaleng keliling yang memaksakan diri bersekolah disekolahan elit seperti ini, jika tidak karena beasiswa yang kudapat mungkin aku sudah melawan perbuatan mereka yang menurutku sudah di luar batas peri kemanusiaan. *** Bel istirahat berbunyi semua anak berhamburan keluar terkecuali hanya aku yang tersisa diruangan yang bagaikan neraka ini, aku terduduk menunduk seluruh wajahku tertutup oleh rambut hitam panjangku. Cukup lama aku terdiam disini hingga pada saatnya aku merasa bosan, akhirnya aku putuskan untuk melangkah pergi keluar kelas. Teman Pertama Di Hidupku Dengan berjalan menunduk menyusuri trotoar kelas dan bertemu dengan para mulut kejam yang tak salah lagi sedang membicarakanku, aku tidak peduli aku tetap melanjutkan langkahku. Sampai suatu saat sesuatu mengenai kepalaku, benda itu terjatuh di bawah tepatnya dihadapan kakiku, ternyata itu hanya botol air mineral yang tak berisi, aku memungut botol itu dan memasukannya kedalam ember sampah yang berada disampingku. Saat hendak memasukkan botol itu semua anak melempariku dengan tepung dan juga telur aku hanya terdiam menunduk pasrah menerima perlakuan mereka. Semua anak menghampiriku, salah satu dari mereka mendorong tubuhku hingga aku terjatuh ke lantai. "bangunlah.... ayo bangun anak miskin!" ucap seorang murid pria yang mendorongku tadi Aku hanya bisa menangis menunduk, semua anak memukuliku hingga seluruh wajahku memar. Tak berseling lama tiba-tiba seseorang datang yang tak lain itu adalah ibu kim, guru wali kelasku. "Hentikan semuanya!!!" teriak ibu Kim, Sesaat semua murid yang mengelilingiku terkejut dan spontan berlari berhamburan memasuki ruangan kelasnya masing-masing. Ibu Kim secepat mungkin mendekatiku dan membantuku berdiri, "Kau tak apa Melati ?" tanya ibu Kim lembut "Tidak bu, aku baik-baik saja" jawabku menunduk "Lebih baik kau obati dulu lukamu, dan ibu akan meminta seragam baru untukmu" tutur ibu Kim "Tidak bu tidak usah, aku baik-baik saja, terima kasih" kataku "Baiklah, kau akan diijinkan pulang sekarang, ibu yang akan bertanggung jawab" Oh sungguh ini tak begitu buruk untukku, akhirnya aku bisa pulang lebih cepat juga mimpi aapa aku semalam sampai bisa beruntung seperti ini. Aku mengangkat wajahku kulihat disebelah ibu Kim berdiri seorang anak pria berpakaian seragam dan tersenyum padaku, jelas saja dia bukan siswa sekolah ini aku pun baru melihatnya. Ibu Kim berkata jika ia pun akan memasuki ruangan kelasku untuk mengenalkan murid baru, aku berjalan mengikuti ibu Kim tepatnya dibelakang murid pria baru itu Sesampainya diruang kelas aku segera menuju tempat dudukku dan mengambil tas milikku, semua anak memandangku sinis meski aku tidak melihatnya langsung karna aku menundukan kepalaku ketika berjalan tapi aku bisa merasakannya. *** Pagi yang begitu cerah, membuat bahagia siapapun orangnya yang melihat keindahannya, angin pagi berhembus kencang menerpa tubuhku. Langkah demi langkah aku tapaki hingga sampailah kedepan gerbang sekolahku. Aku memasuki ruang kelasku, terlihat disana beberapa orang anak memandangku dengan sinis bahkan ketika aku melewati mereka, mereka menghalang jalanku dan mendorong tubuhku hingga terjatuh. hanya tawa kesenangan yang mereka dapatkan. Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangannya padaku, aku secepat mungkin memastikan orang itu, ternyata itu adalah murid baru yang kemarin aku bertemu dengannya. "ayolah... bangun.." ucap pria itu yang akupun tak mengenalnya Sontak semua anak merasa heran dan bingung, "Fandy! apa yang sedang kau lakukan?" tanya seorang murid laki-laki padanya tapi dia tak menghiraukannya Aku tak menerima uluran tangan miliknya, aku berfikir dia pun pasti sama seperti anak-anak lain, akhirnya aku pergi berlari keluar kelas. Aku menangis dibawah pohon ditaman, aku tak peduli bel pelajaran sekolah dimulai. Hatiku hancur kenapa juga aku harus dilahirkan oleh sepasang keluarga penjual susu kaleng keliling? kenapa aku tidak seperti mereka? tuhan tak adil!. Sampai sekolah sepi ditinggalkan oleh penghuninya, aku masih tetap berada dibawah pohon itu terduduk dengan kaki menegak menompang tangan dan daguku pandanganku sayu kedepan. Tiba-tiba seseorang memegang pundakku, aku menoleh "kau..." ucapku "yah ini aku, apa aku boleh duduk disampingmu ?" tanya pria itu "Untuk apa kau kemari ? apa kau pun ingin melihat seberapa menyedihkannya aku ?" Tanyaku dingin "Tidak! aku kemari ingin berkenalan denganmu...." jawab pria itu "Lebih baik kau pergi saja, bukankah teman-teman kayamu juga sudah pergi meninggalkan sekolah ini?" tanyaku lagi kecut "Biarlah, tapi aku ingin bersamamu...." jawab nya aku memandangnya muak secepat mungkin aku pergi meninggalkannya tapi ia mengejarku. "Aku ingin menjadi temanmu, tak bisa kah kau terima aku menjadi temanmu?" tanya pria itu mengikuti dibelakangku aku tak memperdulikannya, aku berlari berusaha menghindar darinya tapi ia tetap mengejarku. Keesokan harinya anak pria murid baru itu tetap mengikutiku kemanapun aku pergi, dan anehnya pagi itu tak ada ejekan yang terlontar dari mulut semua murid disini tidak seperti biasanya, "Aku yang mengencam mereka untuk tidak memperlakukanmu dengan buruk!" tuturnya padaku ketika aku sedangterduduk sendiri dibangku ruang kelas "Apa maksudmu?" tanyaku tak mengerti dengan perkataanya "Aku ingin menjadi temanmu... apa kau benar-benar membenciku ? aku hanya ingin menjadi temanmu tak lebih!" "kenapa harus aku?" tanyaku "Dan asal kau tau aku tidak butuh siapapun disekolah ini termasuk seorang teman!" lanjutku tegas "Tapi kenapa?" tanyanya "Apa kau tak mengerti atau memang pura-pura tidak mengerti?" semua orang orang disini tak ada yang baik satu pun! apa itu yang selalu dilakukan oleh orang-orang kaya terhadap orang miskin sepertiku?" tanyaku dengan kedua bolamataku menatapnya "Tidak semua orang seperti itu...." jawabnya "Tidak?" tanyaku " Apa ada didunia ini orang yang memihak kepada orang miskin sepertiku ?"lanjutku menangis "Ada!" jawabnya "Akulah orangnya, aku berada dipihakmu. Tak peduli siapa kamu dan siapa aku ... Yang jelas aku ingin berteman denganmu" Lanjutnya Aku sejenak terdiam memandang matanya dalam. "apa kau tidak malu jika berteman denganku?" Tanyaku masih memandang matanya "Malu? apa maksudmu?" tak peduli siapa kamu dan siapa aku bagiku itu tak penting bukankah berteman dengan siapapun bisa tanpa harus memandang derajat orang tersebut?" jelasnya Aku tersenyu padanya, ia pun membalas senyumanku dengan manis. P

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun