Mohon tunggu...
Nengsih Agustin
Nengsih Agustin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Kaidah Fikih dalam Kegiatan Jual Beli Kredit

17 Januari 2024   01:01 Diperbarui: 17 Januari 2024   01:02 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

 

            Sebagai landasan aktivitas umat islam sehari-hari dalam usaha memahami maksud-maksud ajaran islam (maqashid al- syariah) secara lebih menyeluruh, keberadaan qawaid fiqhiyyah menjadi sesuatu yang amat penting. Baik dimata para ahli ushul maupun fuqaha, pemahaman terhadap qawa'id fiqhiyyah adalah mutlak diperlakukan untuk melakukan suaru ijtihad atau pembaruan pemikiran dalam masalah ibadah, muamalah, dan skala prioritas. Banyak kaidah fikih yang ruang lingkup dan cakupannya lebih sempit da nisi kandugannya lebih sedikit. Kaidah yang sejenis ini hanya berlaku pada cabang-cabang fiqih tertentu dan disebut al-qawaid al fiqhiyyah al-khashah atau disebut al-dhawabith oleh sebagian ulama.

Jual beli kredit adalah transaksi jual beli yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara pembayaran nya diangsur (cicil). Kegiatan jual beli juga secara kredit merupakan salah satu aspek ekonomi yang sangat pending dalam hukum.. Dalam konteks hukum islam, kegiatan jual beli secara kredit harus dilakukan dengan memprehatikan kaidah-kaidah fikih ditetapkan. Kaidah fikih adalah landasan hukum islam yang mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk transaksi ekonomi.

1. Kaidah At-Tabi'u Tabi'in 

     Kaidah At-Tabi'u Tabi'in adalah salah satu kaidah fiqhiyyah yang berarti bahwa sesuatu yang menjadi pengikut harus mengikuti hukum dari yang diikuti. Dalam konteks kegiatan jual beli secara kredit, penerapan kaidah ini berarti bahwa harga barang yang dijual secara kredit harus mengikuti kualitasnya dan tidak dapat ditentukan secara sembarangan. Hal ini menegaskan perlunya keseimbangan antara lain barang yang dijual secara kredit dengan manfaat yang diperoleh pembeli.

Adapun contohnya adalah : harga barang yang dijual secara kredit harus mengikuti kualitasnya dan tidak dapat ditentukan secara sembarangan. Misalnya, jika pembeli anggur dengan tujuan/niat untuk membeli anggur jus, maka harga anggur yang dijual harus sesuai dengan kualitasnya dan tidak dapat ditentukan secara sembarangan.

2. Kaidah I'malul Kalam wa Ihmalihi

     Kaidah I'malul Kalam wa Ihmalihi dalam fikih memiliki arti bahwa suatu ucapan jika diarahkan pada suatu makna akan memiliki pengaruh terhadap hukum. Namun, jika diarahkan pada makna yang lain, maka akan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap hukum.

     Pada konteks jual beli kredit dapat diilustrasikan melalui prinsip bahwa dalam hukum islam, transaksi kredit pada dasarnya diperbolehkan selama tidak ada unsur yang dilarang oleh syariah islam. Contohnya : Penggunaan kartu kredit. Dalam transaksi ini, pihak penjual dapat memberikan kemudahan pembayaran secara mencicil kepada pembeli tanpa melanggar prinsip-prinsip hukum islam.  

3. Kaidah Al-Mudhimuuna ba'udhu fii aqidamu'aadhotan laa yusihu bai'ahu qablalqabid

     Kaidah Al-Mudhimuuna ba'udhu fii aqidamu'aadhotan laa yusihu bai'ahu qablalqabid merupakan prinsip dalam hukum islam yang menyatakan bahwa pihak-pihak yang saling terkait dalam suatu kontrak tidak boleh menjual barang yang menjadi objek kontrak sebelum barang tersebut benar-benar diterima.

     Dalam konteks jual beli kredit, prinsip ini menegaskan bahwa penyerahan barang harus terjadi sebelum pembayaran dilakukan, sehingga tidak boleh ada penjualan barang sebelum penerimaan barang tersebut, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya transaksi yang tidak jelas atau penipuan dalam jual beli.

4. Kaidah Kullu Ziyaadah Masyruuthotan fii Diini Naziiral ajala fahiya ribaa

     Kaidah Kullu Ziyaadah Masyruuthotan fii Diini Naziiral ajala fahiya ribaa menyatakan bahwa setiap pembayaran yang diatur dalam kontrak jual beli harus dibatasi dantidak boleh melebihi batas waktuyang telah disepakati. Jika tambhan pembayaran tersebut dianggap melebihi batas waktu yang telah disepakati, maka dianggap sebagai ribaa.

     Dalam konteks penjual belian kredit, kaidah ini dapat diterapkan dengan membatasi pembayaran tambahan yang diatur dalam kontrak kredit dan memastikan bahwa pembayaran dilakukan untuk mencegah terjadinya riba dalam transaksi kredit dan memastikan keadilan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

     Contoh penerapan : Dalam transaksi jual beli kredit, pihak -- pihak yang terliba harus memperhatikan kaidah ini. Misalnya, jika pembeli dan penjual telah mengatur harga jual beli kredit, maka harga tersebut tidak boleh diubah tanpa perjanjian yang disepakati. Jika harga diubah tanpa perjanjian, mak ahal tersebut dianggap sebagai riba.

5. Kaidah Ahalallahal Bay'a wa Harramaa al -- Ribba 

     Kaidah Ahalallahal Bay'a wa Harramaa al -- Ribba menegaskan bahwa meskipun riba(bunga) dilarang, transaksi perdagangan harus mematuhi prinsip-prinsip syariah islam dan tidak boleh melibatkan riba. Yang artinya, transaksi jual beli harus dilakukan dengan cara yang halal, sesuai dengan prinsip syariah islam, dan tidak mengandung unsur riba. Hal ini mencakup larangan terhadap penambahan pembayran murnikarena tertunda dan larangan terhadap praktik riba dalam transaksi perdagangan. 

     Adapun contoh nya adalah : Pembayaran yang tidak melibatkan riba dan mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.

PENUTUP

            Jual beli kredit adalah praktik yang banyak dilakukan dikalangan masyarakat, baik secara offline maupun inline. Namun, dalam melakukan transaksi jual neli kredit, perlu mempertimbangkan kaidah fikih yang berlaku. Dalam melakukan transaksi jual beli kredit, perlu mempertimbangkan kaidah fikih yang berlaku. Jika transaksi dilakukan dengan baik dan sesuai dengan kaidah fikih, maka transaksi akan berjalan dengan lancar dan tanpa masalah. Namun, jika transaksi tidak dilakukan dengan baik dan sesuai dengan kaidah fikih, maka transaksi dapat menjadi sumber konflik dan masalah antara pemilik barang dan pembeli.

REFERENSI

https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/tahkim/article/downloadSuppFile/5617/1055

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun