Sudah dua tahun ibu saya, yang biasa dipanggil Enin, berpulang ke rahmatullah di usianya yang ke-74, karena terkena Covid-19. Itu berarti, sudah dua tahun ini, bapak saya, yang biasa dipanggil Abah, ditinggal pergi isteri yang sudah mendampinginya selama lebih dari 50 tahun. Rentang waktu yang sangat lama, tentunya. Separuh abad!
Usia Abah kini 84 tahun pada 6 Juli 2023. Beberapa waktu lalu sebelum hari ultah Abah, Abah menyampaikan ingin jalan-jalan ke Pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Ingin mengenang Enin, katanya. Mungkin selama dua tahun ini, Abah belum sepenuhnya "melepas" Enin.
Pantai Pelabuhan Ratu memang menjadi pantai yang selalu kami datangi ketika liburan. Entah untuk yang keberapa kali kami ke sini. Sepertinya tidak dapat dihitung. Dari saya masih kecil, remaja, menikah, hingga punya tiga anak yang beranjak remaja. Biasanya, kami ke Cibadak dulu -- rumah adik-adik Enin tinggal, baru ke Pelabuhan Ratu.
Pantai Pelabuhan Ratu adalah pantai kebanggaan warga Sukabumi dan warga Jawa Barat secara keseluruhan. Tidak heran, banyak yang berkunjung ke sini meski diselimuti misteri.
Sampai sekarang masih ada  mitos agar pengunjung tidak mengenakan pakaian warna hijau saat berada di pantai. Katanya, Nyi Roro Kidul suka dengan warna-warna hijau. Katanya lagi, orang yang pakai baju hijau akan tewas tenggelam dibawa Nyi Roro Kidul. Ya, Pantai Pelabuhan Ratu selalu dikaitkan dengan Ratu Pantai Selatan itu.
Entah mitos itu benar atau tidak. Sejak saya masih kecil, mitos mengenai hal ini sering disampaikan kepada saya dan mungkin juga kepada yang lain. Dulu, saya sempat takut juga sehingga tidak berani memakai baju warna hijau jika ke sini hahaha...
Enin sendiri memang dilahirkan dan dibesarkan di Cibadak. Tidak heran jika Pantai Pelabuhan Ratu kerap dikunjungi. Lokasinya juga tidak begitu jauh dari Pantai Pelabuhan Ratu. Dari Cibadak kira-kira butuh waktu sekitar 1,5 jam perjalanan normal tanpa macet.
Kalau Abah dilahirkan dan dibesarkan di Ciamis. Sama-sama Jawa Barat. Jika kami ke Ciamis, biasanya Pantai Pangandaran yang menjadi tujuan wisata. Dengan catatan, kalau waktunya sangat memungkinkan. Maklum, perjalanan ke Ciamis cukup jauh dan cukup berliku juga.
Abah dan Enin sangat suka ke pantai. Jika ditawari liburan, pasti permintaannya ke pantai. Terserah pantai mana, yang penting judulnya pantai. Bisa berjam-jam Enin dan Abah menghabiskan waktu di pantai. Bermain pasir, bermain ombak bersama anak-anak, menantu, para cucu, dan keponakan
Entah apa yang ingin dikenang Abah di Pantai Pelabuhan Ratu. Pantai yang kerap dikaitkan dengan sosok Nyi Roro Kidul. Mungkin masa-masa saat Abah masih pacaran atau honeymoon setelah menikah? Atau saat moment-moment terakhir bersama Enin sebelum Covid-19 melanda?
Kami -- saya bersama dua kakak dan dua adik, memenuhi permintaan itu. Baru terealisasi pada Jumat-Minggu 14-16 Juli 2023. Anggap saja itu hadiah ultah Abah. Kami pun berangkat ke Cibadak.Â
Rombongan hanya dua mobil saja karena beberapa yang lain (para cucu dan cicit) tidak bisa ikut. Suami saya juga tidak bisa ikut karena kebetulan kontrol berobat selesainya malam dan oleh dokter diminta untuk beristirahat di rumah.Â
Alhamdulillah perjalanan cukup lancar. Tidak kami temui kemacetan yang biasa terjadi jika sudah keluar dari Tol Bocimi -- Bogor, Ciawi, Sukabumi. Mungkin karena jalan malam? Entahlah. (Waktu pulang juga tidak macet, padahal siang. Tidak seperti biasanya. Macet yang mengular. Kemarin itu, lancar jaya!).
Kami bermalam di Cibadak, di rumah adik Enin, yang biasa kami panggil Bi Euis. Paginya, baru kami melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Ratu. Sampai di Pantai Pelabuhan Ratu dengan perpaduan pantai dan batu karang yang terjal, kami menyewa cottage di Cleopatra Hotel Beach Resort.
Cottage ini dekat dengan pantai. Tinggal berjalan kaki, hamparan pasir pantai sudah terlihat jelas. Cottage-nya cukup luas. Dua kamar yang lumayan luas yang dilengkapi dengan AC, ada ruang tamu, ada meja makan, ada teras, dan kamar mandi. Fasilitasnya Wi-Fi, televisi, kolam berenang, dan parkiran yang cukup luas.
Kami memilih cottage biar lebih nyaman saja. Bisa saja sih kami menyewa bale-bale yang berada di pinggir pantai dengan biaya sewa Rp20.000 per jam. Tapi tidak leluasa saja mengingat ada Abah yang sudah lansia.
Belum lagi kalau harus ke toilet. Sekali ke toilet saja kena tarif Rp5000. Kalikan saja 17 kepala. Belum tentu sekali ke toilet. Bisa berkali-kali. Jadi tidak efektif, tidak efisien, dan tidak ekonomis. Kami mencari yang nyaman, setidaknya untuk Abah. Pertimbangannya sih itu.
Sesampai di Cottage, Abah lantas berganti pakaian. Waktu masih menunjukkan pukul 10 pagi. Sinar matahari juga tidak terlalu terik. Kami pun ke pantai dengan berjalan kaki dan tanpa alas kaki. Anak-anak begitu antusias. Terlebih anak-anak saya yang memang suka banget dengan pantai.
Ketika Enin masih ada, biasanya Abah dan Enin berdua ke bibir pantai sambil bergandengan tangan. Kemudian berbaur bersama anak-anak dan para cucu. Bermain air. Berlari-larian. Mengejar ombak, menahan ombak, diterjang ombak.
Pantainya cukup bersih, dibanding terakhir kami ke sini. Pengunjung yang ke sini juga tidak ramai. Biasanya, ramai banget, terlebih di hari libur. Mungkin karena menjelang liburan sekolah usai, mungkin juga karena beberapa sekolah sudah mulai masuk. Baguslah hehehe... Jadi serasa berada di pantai sendiri.
Saya perhatikan Abah memandang ombak yang berlarian ke bibir pantai. Ditangkapnya ombak yang menerjang dirinya. Biasanya, Abah dan Enin tertawa lepas, kali ini Abah tertawa sendiri. Entah apakah Abah merasa pilu atau merasa sendiri? Tidak lama yang lain berbaur bersama Abah. Mengulang aktivitas yang dilakukan bersama Enin.
Kami berusaha mengejar sunset di Pantai Pelabuhan Ratu. Rasanya sudah lama juga tidak melihat sunset dengan keindahan warna langit yang bergradasi dan memantulkan cahaya di permukaan air laut. Indah banget. Mata tidak bosan melihat keindahan panorama lukisan sang pencipta.
Sayang, perburuan kami gagal. Mungkin posisinya yang kurang tepat. Titik sunsetnya terhalang oleh perbukitan, begitu analisa kami. Tidak apalah. Kami sudah cukup puas menikmati senja hingga maghrib menjelang. Kami pun kembali ke cottage.
Usai shalat maghrib, kami lanjut makan malam di saung-saung dekat pantai. Dari cottage tinggal jalan kaki saja. Cukup lapar juga memang, bermain di pantai tiada bosan. Apalagi anak saya yang bungsu, selepas dari pantai lanjut berenang di kolam berenang. Bagaimana energi tidak terkuras?
Selesai makan kami kembali ke cottage. Kami memutuskan untuk tidak menginap melainkan kembali ke Cibadak dan menginap di sana. Jam 10 malam kami pun meninggalkan cottage. Sayang juga sih sebenarnya. Rencana mengejar sunrise pun gagal.
Abah ketika ditanya apakah ingin menginap atau tidak, jawabnya terserah. Tetapi abang pertama saya mengusulkan untuk pulang saja mengingat keesokan harinya akan berziarah ke makam Enin. Kebetulan lokasi makamnya tidak begitu jauh dari rumah Bi Euis.Â
Jika berangkat pagi dari Pelabuhan Ratu, itu akan melelahkannya. Mengingat yang menyupir abang saya, mau tidak mau, usulannya itu pun disepakati. Setidaknya, kami sudah memenuhi keinginan Abah healing di Pantai Pelabuhan Ratu. Semoga Abah senang dengan perjalanan ini.
Demikian sepenggal cerita wisata kami bersama Abah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H