Rabu 12 Juli 2023 bertempat di PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Menteng, Jakarta Pusat, buku berjudul "Pandemi, Pembelajaran dan Kebijakan" yang ditulis Prof. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM dibedah. Buku ini adalah sebuah refleksi atas kasus pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia.
Buku setebal 128 halaman itu dibedah oleh Prof.DR.Dr. Aru W Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM -- Hematologi dan Onkologi Medik (Kanker) - Spesialis Penyakit Dalam - Konsultan Hematologi dan Onkologi, DR.Dr. Erlina Burhan, M.Sc, SpP (K) -- Pengurus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. DR.Dr. Evy Yuniastuti, SpPD, FINASIM, dan Prof. Irwanto, Ph.D
Dalam pengantarnya, Prof. Zubairi Djoerban menyampaikan pandemi Covid-19 -- menelan korban jiwa sebanyak 161.000 orang dan  lebih dari 6,73 juta masyarakat terinfeksi, sudah berakhir dan berubah menjadi endemi. Pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat pun mulai diterapkan.
Namun, ia mengingatkan, setiap negara perlu mengambil pelajaran atau refleksi dari setiap langkah penanganan yang pernah diambil dalam menangani penyakit ini. Tujuannya, agar bisa diterapkan untuk menghadapi ujian pandemi lain yang mungkin akan datang.
Semisal dengan memperkuat layanan kesehatan mengingat dalam upaya pengendalian pandemi Covid-19, terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan. Di antaranya koordinasi lintas sektor dengan masyarakat, penguatan layanan kesehatan, serta informasi dan komunikasi.
"Menjadi catatan, ketika kasus Covid-19 di Indonesia turun signifikan, kita bisa mengetahui bahwa semua upaya yang dilakukan bersama membuahkan hasil baik. Namun, perlu banyak melakukan perbaikan bisa untuk menghadapi ujian pandemi yang akan datang," kata Zubairi. Â
Perbaikan yang dimaksud, di antaranya mengenai deteksi kasus di laboratorium yang masih membutuhkan waktu lama. Sumber daya manusia (SDM), termasuk laboran yang andal, juga ternyata masih kurang. Pun pemanfaatan teknologi informasi dan layanan kesehatan yang dinilainya masih kurang.
Sebagai pengingat, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mencoba merefleksikan selama puncak Covid-19. Pada saat itu, kebutuhan tempat tidur di ruang rawat, ruang intensive care unit (ICU), bahkan instalasi gawat darurat (IGD) meningkat pesat dan sulit terpenuhi.
"Antrean panjang ambulans yang membawa pasien untuk masuk ruang IGD membuktikan pelayanan kesehatan di Indonesia belum siap dalam menghadapi pandemi," kata Pendiri Yayasan Lupus Indonesia (YLI) ini kembali mengingatkan.
Masih teringat jelas bagaimana kepanikan yang terjadi karena kurangnya alat pelindung diri (APD), masker, dan antrean yang mengular di stasiun-stasiun pengisian oksigen untuk pasien yang masih bisa di rumah.