Allahumma Anta Rabbi, la ilaha illa Anta khalaqtani, wa ana 'abduka, wa ana ala ahdika wawa'dika mastatha'tu, audzubka min syarrima shana'tu, abu'u laka bini'matika alayya wa abu'u laka bi dzanbi, faghfirli, fa innahu la yaghfirudzunuba illa Anta.
"Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui dosaku kepada-Mu dan aku akui nikmat-Mu kepadaku, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain-Mu."
Rasullulah SAW menjelaskan jika seorang hamba membacanya penuh keyakinan saat siang hari dan orang tersebut meninggal pada hari itu sebelum sore hari, maka orang tersebut masuk dalam golongan penghuni surga.
Begitupun ketika seorang hamba membacanya di malam hari dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum pagi datang, orang tersebut juga masuk dalam golongan penghuni surga. Hadist diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
"Semoga Allah mudahkan dengan hidayah dan taufiknya untuk bisa kita melaksanakan dan mengamalkannya," lanjutnya.
Ustadz menambahkan, Â suatu ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khatib salat Idul Fitri pada masa pemerintahannya. Lalu beliau mengatakan, banyak umat Islam yang keliru dalam merayakan Idul Fitri.
Seperti yang pernah disaksikan oleh seorang ulama Salafus Shalih yaitu Wahab. Beliau mengatakan, aku melihat  sekelompok masyarakat yang merayakan Idul Fitri dengan cara yang salah. Mereka tertawa terbahak-bahak dan mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang mubazir. Perbuatan-perbuatan yang lebih dekat kepada setan dan jauh dari apa yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
"Merayakan Idul Fitri tidak dengan cara yang seperti itu. Orang yang bersyukur tidak akan merayakan Idul Fitri dengan cara seperti itu. Mudah-mudahan ini bisa menjadi pengingat buat kita bahwa dalam merayakan Idul Fitri bukan dengan cara-cara yang tidak dibenarkan," ujarnya.
Dikatakan, para ulama dan para soleh bersedih ketika datang waktunya Idul Fitri. Ketika ditanyakan mengapa bersedih padahal ini adalah Idul Fitri, lalu para ulama mengatakan, "Saya bukan bersedih karena Idul fitrinya. Saya bersedih karena kekhawatiran apakah ibadah saya diterima selama bulan suci Ramadhan atau tidak itu yang membuat saya sedih wajar."
Para sahabat Nabi pun demikian bersedih setelah Idul Fitri, setelah salat Idul Fitri. Meratapi amalia Ramadhan mereka agar diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Dan, mereka pun sudah mempersiapkan diri lagi untuk menyongsong Ramadan di tahun berikutnya.
"Mudah-mudahan doa yang kita panjatkan dalam suasana Fitrah ini segera ditabur oleh Allah subhanahu wa ta'ala dan kita dijadikan hamba-hambaNya yang bertakwa yang mendapat perinduannya sebagaimana umat-umat Nabi Muhammad yang lainnya. Walaupun menjadi umat akhir zaman, kita nanti akan bisa mendapatkan surganya Allah Subhanahu Wa Ta'ala."