Meliputi kekurangan gizi, kelebihan berat badan, dan kekurangan zat gizi mikro. Stunting sendiri merupakan kekurangan asupan gizi yang telah berlangsung lama. Kondisi ini mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun.
Dalam webinar tersebut dipaparkan berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita.Â
Apa itu stunting? Dr. Minsarnawati, mengutip Perpres No 72. tahun 2021 menjelaskan stunting adalah gangguan pertumbuhan dan  perkembangan anak akibat kekurangan  gizi kronis dan infeksi berulang, yang  ditandai dengan panjang atau tinggi  badannya berada di bawah standar  yang ditetapkan.Â
"Kondisi stunting ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak yang berada di bawah standar anak-anak pada umumnya," jelasnya. Â
Dikatakan mempersiapkan anak agar terbebas dari stunting sebaiknya dimulai sejak masa konsepsi atau 270 hari pertama dari 1000 hari pertama kehidupan si buah hati.Â
"270 hari pertama itu ada ketika masa konsepsi sampai lahir sampai usia 2 tahun pertama setelah lahir," katanya.
Ia menegaskan, menyelesaikan masalah stunting tidak hanya melihat janin yang dikandung oleh ibu. Tetapi juga bagaimana ayah dan ibu sebagai orangtua mempersiapkan diri untuk bisa memiliki anak yang bebas dari stunting, yang tumbuh sesuai usia kehamilan dan berat badan janin dalam kandungan.
Di Indonesia memang sudah ada perubahan angka pada 2021. Prevalensinya saat ini sudah di angka 24 persen. Namun, dari semua provinsi di Indonesia, Nusa Tenggara Timur masih menjadi provinsi yang paling tinggi kasus stuntingnya. Â Â
Ia menegaskan, permasalahan stunting tidak hanya tentang kesehatan atau pola gizi yang tidak tepat. Melainkan juga sangat terkait dengan pembangunan bangsa. Itu artinya, seluruh komponen bangsa harus terlibat, peduli, dan menjadi bagian yang harus menyelesaikan masalah stunting.
Menurutnya, stunting ini bisa menghambat suatu bangsa menjadi maju karena sumber daya manusia yang terbatas. Juga berpengaruh pada tingkat kemiskinan, ketahanan pangan, status gizi, pendidikan, dan penyakit-penyakit infeksi yang masih membayangi daerah pedalaman. Â Â