Sabtu 7 Januari 2023, saya bersama tiga anak saya -- Putik Cinta Khairunnisa (Kakak Putik), Annajmutsaqib (Kakak Najmu), Fattaliyati Dhikra (Adelia) pergi ke  Wisata Kota Tua, Jakarta Barat. Kawasan ini telah ada sejak zaman kolonial Belanda.
Saya mengajak ke sini karena aksesnya sangat strategis. Tidak begitu jauh dari Stasiun Jakarta Kota. Jadi, tinggal naik kereta saja. Tidak perlu transit juga. Dari Stasiun Jakarta Kota tinggal jalan kaki deh. Irit ongkos banget kan? Untuk seorang PP hanya mengeluarkan ongkos Rp10.000 ditambah naik angkot Rp4000 per orang. Jadi, total hanya Rp14.000 saja. Murah meriah, bukan?
Kebetulan Senin 9 Januari 2023, anak-anak sudah mulai masuk sekolah. Jadi, mengisi hari libur yang sebentar lagi usai, saya ajak anak-anak ke sini. Sebenarnya anak-anak sudah pernah ke Kota Tua, tapi dulu banget ketika mereka masih imut-imut. Mungkin 6 tahun lalu.
Anak-anak setuju-setuju saja. Terlebih aksesnya juga mudah banget. Selepas Ashar pukul 16.00, kami naik angkot menuju Stasiun Citayam. Jaraknya juga cukup dekat. Hanya butuh waktu tempuh sekitar 5 menit.
Kami pun berangkat naik kereta Commuter Line ke Stasiun Jakarta Kota (tidak ada relasi lain selain ke Jakarta Kota). Mungkin karena sore, bukan jam orang berangkat kerja, kami bisa duduk leluasa tanpa perlu ada drama.
Untuk sampai di Kota Tua, kami melewati 22 stasiun -- Citayam, Depok Lama, Depok Baru, Pondok Cina, Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Pasar Minggu Baru.
Kemudian berhenti di Duren Kalibata, Cawang, Tebet, Manggarai, Cikini, Gondangdia, Gambir (tidak berhenti), Juanda, Sawah Besar, Mangga Besar, Jayakarta, Jakarta Kota. Butuh waktu mungkin  sekitar 1 jam perjalanan atau lebih.
Dari Stasiun Jakarta Kota kami tinggal berjalan kaki menuju Kota Tua. Ternyata wajah Kota Tua sudah berubah. Jalan raya yang biasa dilewati kendaraan-kendaraan sudah ditutup dan berubah menjadi pedestrian atau jalanan yang dikhususkan buat pejalan kaki. Baguslah. Jadi jalan bisa santai. Tidak perlu lagi takut akan terserempet kendaraan.
Kami tiba sekitar pukul 17.56 WIB. Suasana Kota Tua sudah ramai dengan pengunjung. Ditambah dengan ramainya penjual kaki lima yang menjual macam-macam. Termasuk lato-lato yang tengah tren.
Kami lantas mencari tempat makan. Si bocil mengaku lapar. Lalu kami memasuki Kantin Batavia yang berada di area gedung Kantor Pos Lama. Di sini, menjual beraneka macam masakan. Ada juga yang berjualan baju dan mainan.
Tadinya, anak saya ingin makan di KFC tapi antrenya cukup panjang. Anak pertama saya lantas mengusulkan makan di Warung Si Doi. Ini adalah warung makan indomie atau warmindo. Warungnya dibilang sempit tidak, dibilang luas juga tidak.
Warung ini memiliki dua area, yang berAC dan tidak berAC. Tidak ada perbedaan harga antara makan di ruang berAC atau di luar yang tidak berAC. Kami memilih yang berAC dong biar nyaman.
Di dalam, ada yang lesehan, ada juga yang tidak. Ruangan ditata cukup cozy juga dengan hiasan lampu dan beberapa coretan tulisan di dinding. Cukup nyaman untuk bersantai sambil menikmati sajian. Untuk yang lesehan, saya hitung ada 5 meja, sedangkan yang ada kursinya ada 4 meja.
Ternyata ada lantai mezanin juga dijadikan tempat bersantap secara lesehan. Di lantai mezanin, ada lantai mezanin lagi. Tapi, ini sepertinya tempat barang-barang atau tempat menginap pegawai. Mau menumpang shalat di lantai ini juga bisa karena ada hamparan sajadah.
Sebagaimana namanya, sajian utama di warung ini bermacam varian mie instan berikut topping sesuai pilihan. Ada mie rebus, ada mie goreng. Toppingnya ada kornet, sosis, telur rebus, telur ceplok, telur dadar, sawi (free), cabe rawit (free).
Meski sajian utamanya serba mie instan, di warung ini juga tersedia jenis makanan yang lain. Seperti bakso, nasi goreng, ayam goreng, kentang goreng, somai, aneka snack dan lain-lain. Minumannya juga beragam.
Kami pun memesan makanan. Harga-harga makanannya juga masih terjangkau. Tidak mahal juga. Tidak beda jauh dengan makan mie instan di warung lain. Bayarnya nanti setelah kami makan. Bisa tunai, bisa melalui QRIS. Tidak menerima pembayaran melalui kartu debet atau gopay dan sejenisnya.
Usai makan kami pun mengitari area market yang berjualan macam-macam. Setelah dilihat-lihat tidak ada yang sesuai selera anak saya. Kecuali bocil minta dibelikan tas samping berkarakter kelinci seharga Rp35.000.Â
Lalu kami pun keluar. Di area Taman Fatahillah sudah dipenuhi pengunjung yang ingin bermalam mingguan. Fatahillah adalah nama seorang tokoh yang berhasil merebut Sunda Kelapa dari tangan Portugis.
Ada yang berdua dengan pasangan, ada yang bersama teman-teman, ada yang bersama keluarga. Mereka duduk lesehan. Ada yang sambil makan yang dibawa dari rumah. Ada yang mengobrol. Ada yang mendengarkan live music oleh pemusik jalanan.
Ada juga yang shalat isya berjamaah lalu dilanjutkan dengan tausyiah bertajuk "Kota Tua Berdzikir untuk Indonesia" yang dibawakan oleh seorang habib. Wah keren juga nih bisa mengadakan kegiatan ini di tengah keriuhan yang ada. Apakah ada yang menyimak? Ternyata banyak juga. Sambil lesehan, mereka mendengarkan tausyiah. Masyaallah.
Masih di area ini, berderet beragam costplay dengan beragam karakter. Ada Noni Belanda, ada pahlawan nasional, ada para pejuang, dan lain-lain. Kita bisa berfoto bersama karakter-karakter ini. Tarifnya seikhlasnya. Anak saya pun berfoto dengan Noni Belanda bernama Alieda van Vherden, lalu lanjut dengan Noni Belanda bernama Ratu Wilhemina.
Perjalanan kami lanjutkan menyusuri lorong yang biasanya mangkal berkaitan dengan seni atau art. Ada pelukis-pelukis jalanan, pembuat tatto, pembuat henna, pengukir nama di cincin, dan lain-lain.
Tadinya mau mampir di Magic Art 3D Museum. Bagus nih buat foto-foto. Harga tiket masuk untuk anak-anak Rp40.000, dewasa Rp80.000. Tapi di hari itu ada diskon. Eh ternyata sudah tutup.
Akhirnya, beralih ke pelukis sketsa. Anak saya ingin dibuatkan sketsa. Setelah saya tanya berapa tarifnya, dijawab Rp50.000 per kepala. Mau satu orang, dua orang, tiga orang, hitungannya per kepala. Jika 3 orang dalam satu kertas gambar tarifnya berarti Rp150.000.
Untuk membuat sketsa, bisa ditunggu. Waktunya antara 15 menit - 30 menit, tergantung tingkat kerumitan. Saya amati sketsa anak saya tidak sampai 30 menit. Wajar cepat, wong pelukisnya sudah 30 tahun menekuni profesinya ini dan membuka lapak di Kota Tua.
Selain sketsa, bisa juga melukis wajah dari foto, bisa berwarna, bisa hitam putih, tapi ini tidak bisa ditunggu. Butuh waktu agak lama untuk menyelesaikannya. Jadi, sambil menunggu kita bisa mengelilingi area Kota Tua.
Selesai menggambar sketsa, kami berjalan dan bertemu dengan pelukis sketsa yang lain. Eh anak pertama saya ingin dibuatkan sketsa lagi dari sudut yang berbeda. Tarifnya sama Rp50.000 per kepala. Si bocil juga berminat untuk dibuatkan sketsa, sementara anak kedua saya ketika ditawari dia tidak mau. Ya sudah. Jadi untuk 2 orang, saya bayar Rp100.000.
Proses membuat sketsa juga tidak sampai 30 menit, sudah jadi. Pelukis yang mengaku menekuni profesinya ini sejak 1998, begitu piawai membuat coretan-coretan sehingga menyerupai wajah anak saya.
Selesai, anak-anak minta pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB. Sebenarnya masih belum puas. Masih ingin mengitari beberapa spot yang menarik. Cuma kawasan Kota Tua begitu luas, jadi cukup menguras energi juga. Sepertinya perlu dibagi beberapa sesi trip.
Sambil menuju ke Stasiun Jakarta Kota, kami melihat-lihat penjual-penjual di pinggir jalan. Lalu membeli beberapa pasang kaos kaki buat anak-anak sekolah di hari Senin besok.
Sampailah kami di stasiun, Alhamdulillah dapat duduk tanpa perlu ada drama. Karena untuk sampai di Stasiun Citayam tidak perlu transit, jadi di sepanjang perjalanan kami tertidur. Saya terbangun ketika tiba di Stasiun Depok Lama. Memasuki Stasiun Citayam, saya bangunkan anak-anak.
Alhamdulillah, sampai di rumah pukul 23.00 WIB. Kebetulan, suami sedang dinas ke luar kota di Medan sehingga tidak bisa ikut serta menjelajahi Kota Tua. Lega rasanya saya bisa menghabiskan waktu bersama anak-anak.Â
Demikian kisah semalam di Kota Tua...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H