Disampaikan pula, jika saat ini Timnas Kebaya juga tengah memperjuangkan Hari Kebaya Nasional. Dengan harapan agar ada satu hari khusus dalam setahun untuk memperingati dan melestarikan budaya tersebut seperti halnya Hari Batik yang diperingati setiap 2 Oktober.
Ia berharap dari 365 hari dalam satu tahun, ada satu hari, Hari Kebaya Nasional. Dengan demikian, para perempuam Indoneaia bisa libur dan bisa berkebaya.
Boy Rafli berharap juga parade budaya yang diikuti perempuan berbusana kebaya itu, dapat mendorong peran perempuan dalam upaya pencegahan terorisme, meski perempuan sendiri tergolong dalam kelompok rentan.
"Ibu-ibu adalah tiang rumah tangga. Mereka dapat ikut menjaga keluarga dari virus intoleransi, radikalisme dan terorisme," tegasnya.
Parade Budaya Nusantara tersebut juga dimeriahkan dengan pertunjukan seni tradisional dan modern seperti angklung, campur sari, reog dan lainnya. Sebagian dari peserta mengikuti parade secara spontanitas.
Berkebaya sendiri sebagai upaya melestarikan budaya bangsa dan budaya Nusantara. Terlebih budaya bangsa ini sudah dilakukan perempuan Indonesia sejak zaman Majapahit. Baik oleh perempuan yang berusia muda maupun tua.
Parade Budaya Nasional dengan berpakaian kebaya ini juga untuk menggaungkan semangat budaya bangsa dalam membentengi diri dan kokoh dari pengaruh negatif budaya asing.
"Saya mengikuti kegiatan Parade Budaya Nusantara karena ingin menjaga nilai-nilai nasionalisme di tengah masyarakat," kata salah satu peserta yang menyebut dirinya sebagai Bunda Ajeng Kusnadi.
Dalam parade itu, organisasi perempuan Indonesia juga menyerukan saatnya pilih energi bersih. Saat ini, masyarakat baru 12,6% menggunakan energi bersih dari target 23% pada 2025.
Kegiatan parade ini pun mendapat piagam penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Parade Budaya dengan Jumlah Peserta Komunitas Terbanyak.
Kapolres Jakarta Pusat Kombes Komarudin juga turut hadir dalam aksi parade ini.