Hai..., semangat pagi, selamat pagi... Jumpa, jumpa lagi dengan saya. Chef Bunda Tety. Chef untuk keluarga kecil saya. Chef dengan tiga orang putri yang beranjak remaja. Saya menamakannya Tiga Dara.
Anak pertama dan kedua bersekolah di sekolah yang sama, yang pertama kelas XI, yang kedua kelas X. Keduanya masuk pagi. Berangkat ke sekolah dan pulang selalu bersama naik motor milik Kakak Putik, anak pertama saya.
Karena masuk pagi, pukul 06.45 WIB, maka saya harus menyiapkan sarapan. Jangan sampai tidak sarapan. Bagaimanapun sarapan amat penting sebagai asupan nutrisi dan energi anak-anak.
Ok, saya hari ini bikin bubur. Sudah lama juga sepertinya saya tidak masak bubur. Seperti sudah lebih dari seminggu deh. Kebetulan ada nasi sisa di rice cooker. Kira-kira sepiring lebih.
Kebetulan juga ada sepotong daging ayam seukuran telapak tangan, dua potong tahu, dua potong daging sapi, dan seikat kangkung. Wah, bisa ini saya jadikan campuran bubur. Biar tambah bergizi dan menyehatkan.
Kemudian nasi saya rebus hingga hancur. Sambil merebus saya suwir-suwir daging ayam dan daging sapi. Tahu saya remas-remas. Masukkan ke rebusan nasi. Aduk-aduk.
Saya ulek 3 siung bawang putih dan sedikit jahe, masukkan ke rebusan nasi, tambahkan 1 sendok teh lada bubuk, kasih sedikit penyedap rasa. Aduk-aduk sambil koreksi rasa.
Setelah nasi terlihat hancur, baru deh masukkan kangkung. Aduk-aduk sebentar. Sudah, matikan kompor. Selesai deh proses membuat buburnya. Tidak sampai 30 menit.
Saya tuangkan ke piring, taburi keju parut dan cabai bubuk. Sepertinya ada yang kurang. Ya, kurang kerupuk saja. Ada sih kerupuk mentah, tapi malas menggorengnya hahaha...
Kasih nama apa ya bubur ini? Boleh juga tuh dikasih nama bubur goda gado. Ya, mirip gado-gadolah yang isinya bermacam-macam, dan rasanya yang menggoda. Tidak jauhlah dengan bubur ala saya ini. Isinya bermacam-macam, dan menggoda juga.
Lihat saja penampakkannya menggoda iman kan? Kalau iman tidak tergoda, ya minimal menggoda selera. Iya, kan? Hehehe...
Jika dipikir-pikir, ada filosofi menarik yang bisa dikaji dari bubur nasi ala saya ini dan mungkin juga ala yang lainnya.Â
Bahwa tidak ada kubu-kubuan dari bubur ala saya ini. Diaduk atau tidak diaduk, sama saja, sudah tercampur semua. Menyatu dalam keberagaman dalam satu rasa dan memberikan banyak manfaat bagi yang memakannya.
Bubur ayam campur ini bercampur baur. Tanpa sekat. Tanpa penghalang. Saling merasakan dan menutupi kekurangan masing-masing, jika ada. Mencerminkan bagaimana kita sebagai manusia dimanusiakan. Dihargai sebagai manusia.
"Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Thabrani dan Daruquthni). Ini sih dikait-kaitkan saja. Maksa.com.
"Kak, ayo sarapan, mumpung hangat nih," seru saya.
Apakah enak? Kalau tanya ke anak-anak sebagai pelanggan setia saya, jawabnya sih enak. Jawaban yang sama untuk menu-menu sarapan lain yang saya bikin.
"Bagaimana, enak Kak?" tanya saya pada anak kedua saya, yang dijawab enak.
Seporsi itu habis juga dimakan. Kakak Najmu, anak kedua saya malah pakai nambah tuh. Berarti, enak kan ya?
"Enak Kak?" tanya saya pada Kakak Putik, ketika saya melihat santapannya habis.
"Enak," jawabnya.
"Mau nambah?" tanya saya.
"Nggak ah, ntar telat," jawabnya.
Ok, baiklah.
Alhamdulillah, bersyukur bubur ala Chef Bunda Tety disukai pelanggannya. Tanpa ada kritikan atau komplain hehehe...
Demikian. Terima kasih. Selamat beraktifitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H