Tadi saya ada agenda kegiatan di Kawasan Industri Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Berangkat dan pulang, titik kumpulnya di halte FX Sudirman, Jakarta Pusat.
Untuk bisa sampai ke FX Sudirman, saya naik bus Transjakarta dari halte Menara Saidah, Stasiun Cawang, transit di Halte Tebet BUMD/Tebet Ecopark, lalu naik yang rute 9C: Kampung Rambutan - Bundaran Senayan, turun deh di Halte Gelora Bung Karno.
Perjalanan menuju ke Kawasan Industri Cibitung sih lancar, hanya sekitar 1,5 jam. Pulangnya yang agak tersendat. Berangkat pukul 15.00 sampai di FX Sudirman pukul 17.00 lewat sedikit.
Saya memutuskan naik kereta dari Stasiun Cawang daripada dari Stasiun Sudirman atau Stasiun Palmerah atau Stasiun Manggarai. Ini sih lebih untuk menghindari transit saja di Stasiun Manggarai, yang pemandangannya pasti "horor" di jam pulang kantor.
Untuk bisa sampai ke Stasiun Cawang, saya perlu naik bus TransJakarta 9C: Bundaran Senayan - Pinang Ranti dari Halte Gelora Bung Karno.
Turun di Halte Cawang Ciliwung mengingat halte Stasiun Cawang Cikoko yang sejak dari bulan puasa lalu masih dalam renovasi. Baru deh jalan kaki ke Stasiun Cawang.
Bisa sih saya turun di halte Pancoran Tugu, lalu transit naik 9D: Pancoran - Kampung Rambutan, turun deh persis di Stasiun Cawang atas. Cuma karena jam pulang kantor alias jam sibuk, jadi saya mau lihat situasi dan kondisi terlebih dahulu apakah memungkinkan?
Ok, saya pun berjalan kaki dari FX Sudirman ke halte Gelora Bung Karno. Jaraknya mungkin sekitar 100 meteran. Sampai di halte, eh bus Tj tujuan Pinang Ranti lama banget lewatnya.Â
Hampir 1 jam saya menunggu. Bus sering lewat yang ke arah Tanjung Priuk, Blok M, Stasiun Manggarai. Selama menunggu, lama-lama penumpang semakin menumpuk.Â
Di satu pintu yang saya berdiri, tidak hanya yang tujuan ke Pinang Ranti, tetapi juga ke Tanjung Priuk, Stasiun Manggarai, Poris, dan entah apa lagi. Jadi bisa dibayangkan bagaimana menumpuknya penumpang.
Sekalinya lewat eh ternyata penuh, penumpang pun saling dorong Beberapa penumpang saling mengingatkan untuk tidak main dorong. Beberapa penumpang yang mengeluhkan armada bus Tj yang dirasa belum banyak.
"Saya nunggu dari jalanan belum macet sampai macet begini, busnya belum lewat-lewat juga, lama banget emang," keluh seorang penumpang perempuan kepada saya, yang sama gelisahnya dengan saya.Â
Bagaimana tidak gelisah. Dari langit masih cerah hingga langit mulai menggelap, saya masih terpaku di Halte Gelora Bung Karno.Â
Adzan Magrib juga sayup-sayup terdengar sudah berkumandang. Saya mau shalat di mushola halte, eh musholanya dalam perbaikan. Termasuk toiletnya.Â
"Bisa juga sih kita naik yang ke Stasiun Manggarai, turun di Menara Jamsostek, nyambung deh ke Pinang Ranti," usul saya kepada penumpang perempuan tadi yang entah namanya siapa.
"Sama aja. Malah lebih horor," katanya.Â
Bisa dibayangkan sih secara halte tersebut lebih kecil dan lebih sempit dibandingkan halte di sini.
Melihat bus Tj tujuan Pinang Ranti kok bisa "tiba-tiba" penuh di secara hanya terpaut satu halte, kami pun memutuskan naik dari Halte Bundaran Senayan saja. Siapa tahu kosong dan dapat duduk.
Jadi, kami naik ke Bundaran Senayan, eh ternyata sama saja kondisi haltenya yang disesaki penumpang. Menunggu agak lama juga. Eh pas lewat, seketika kabin bus dipenuhi penumpang.
Saya pun terpaksa berdiri terhimpit dekat pintu. Ya ampun, menunggu sekian lama berdiri juga? Dan, saya berdiri dari awal naik hingga turun.
Di setiap halte, penumpang "berteriak" untuk tidak memasuki penumpang lagi karena sudah penuh sesak.
"Pinang Ranti, Pinang Ranti," teriak petugas.
"Mas, jangan disuruh naik lagi, ini udah penuh banget. Mau berdiri bagaimana ini," kata penumpang yang disambut ucapan yang sama penumpang yang lain.
Di halte berikutnya, petugas mengingatkan penumpang untuk tidak memaksakan diri naik, masih ada bus berikutnya.
Melihat kondisi seperti ini saya akhirnya memutuskan tetap di bus Tj, tidak transit di halte Pancoran Tugu. Saya sudah malas lagi untuk menunggu. Tidak apa-apalah harus jalan kaki dari Halte Cawang Ciliwung ke Stasiun Cawang.
Saya tidak mengerti mengapa pemandangan di halte bus Tj begitu "horor" di jam sibuk. Entah kalau pagi. Â Saya pikir, pemandangan ini hanya ada di Stasiun Manggarai. Nyatanya tidak. Apakah tidak ada solusi yang tepat?
Ketika saya tanya kepada petugas mengapa bus lama lewatnya, katanya karena faktor macet di jalan saja. Apakah tidak ada solusi lain?
Harusnya, halte juga dibuat senyaman mungkin. Jadi penumpang ada pilihan mau tetap berdiri atau menunggu hingga situasi memungkinkan sehingga bisa menunggu dengan nyaman.Â
Nah, karena itu, harus ada fasilitas tempat duduk yang memadai. Tapi sepertinya sulit terwujud deh mengingat haltenya juga kurang luas untuk bisa menampung begitu banyak penumpang.
Saya merasa halte semakin terasa sempit karena disesaki penumpang dengan berbagai tujuan. Ada tujuan Kota, St Manggarai, St Palmerah, TU Gas, Tanjung Priuk, Pinang Ranti, Poris, dan entah apa lagi. Belum lagi yang ke arah Blok M.
Ya kan tidak mungkin juga pulang siangan agar tidak terjebak dalam pemandangan "horor" yang menyeramkan. Â Meski saya sendiri juga jarang banget naik bus Tj di jam-jam sibuk. Eh ketika pulang di jam sibuk butuh perjuangan banget.
Fasilitas toilet dan mushola juga harus diperhatikan. Tadi saja, fasilitas ini tidak bisa digunakan karena masih dalam perbaikan. Bagaimana dengan orang yang kebelet buang air kecil atau yang ingin melaksanakan shalat?
Lantas sampai kapan begini? Entahlah. Saya sudah tidak bisa berpikir lagi. Saya sudah keburu lelah, lapar, dan mengantuk. Apalagi di kereta commuter line saya juga harus berdiri sampai stasiun tujuan di Stasiun Citayam.
Nasib, nasib, buat pulang saja butuh perjuangan. Demi sesuap nasi, sekarung beras dan segemgam berlian. Begitulah hehehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H