Di satu pintu yang saya berdiri, tidak hanya yang tujuan ke Pinang Ranti, tetapi juga ke Tanjung Priuk, Stasiun Manggarai, Poris, dan entah apa lagi. Jadi bisa dibayangkan bagaimana menumpuknya penumpang.
Sekalinya lewat eh ternyata penuh, penumpang pun saling dorong Beberapa penumpang saling mengingatkan untuk tidak main dorong. Beberapa penumpang yang mengeluhkan armada bus Tj yang dirasa belum banyak.
"Saya nunggu dari jalanan belum macet sampai macet begini, busnya belum lewat-lewat juga, lama banget emang," keluh seorang penumpang perempuan kepada saya, yang sama gelisahnya dengan saya.Â
Bagaimana tidak gelisah. Dari langit masih cerah hingga langit mulai menggelap, saya masih terpaku di Halte Gelora Bung Karno.Â
Adzan Magrib juga sayup-sayup terdengar sudah berkumandang. Saya mau shalat di mushola halte, eh musholanya dalam perbaikan. Termasuk toiletnya.Â
"Bisa juga sih kita naik yang ke Stasiun Manggarai, turun di Menara Jamsostek, nyambung deh ke Pinang Ranti," usul saya kepada penumpang perempuan tadi yang entah namanya siapa.
"Sama aja. Malah lebih horor," katanya.Â
Bisa dibayangkan sih secara halte tersebut lebih kecil dan lebih sempit dibandingkan halte di sini.
Melihat bus Tj tujuan Pinang Ranti kok bisa "tiba-tiba" penuh di secara hanya terpaut satu halte, kami pun memutuskan naik dari Halte Bundaran Senayan saja. Siapa tahu kosong dan dapat duduk.
Jadi, kami naik ke Bundaran Senayan, eh ternyata sama saja kondisi haltenya yang disesaki penumpang. Menunggu agak lama juga. Eh pas lewat, seketika kabin bus dipenuhi penumpang.
Saya pun terpaksa berdiri terhimpit dekat pintu. Ya ampun, menunggu sekian lama berdiri juga? Dan, saya berdiri dari awal naik hingga turun.