Allah berfirman dalam Alquran yang berkenaan dengan kisah Abu Thalib dan berisi larangan bagi Nabi SAW untuk memintakan ampunan bagi Abu Thalib.
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam." (QS. At-Taubah, 9: 113)
Kelima, status hukum seseorang yang meninggal dunia di atas kekafiran adalah kekal di neraka, sebagaimana Allah  berfirman dalam surat At-Taubah di atas.
" ... sesudah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam." (QS. At-Taubah 9: 113)
Keenam, sesungguhnya hidayah taufik itu tidak ada yang memilikinya kecuali Allah. Manusia yang paling mulia sekali pun, yaitu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak memiliki hidayah taufik.
Demikianlah hidayah. Meski ia akrab dengan seruan yang penuh hikmah, dan disampaikan berulang-ulang, jika Allah tidak berkehendak, tidak ada seorang pun yang mampu memberi petunjuk.
Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk." (QS. Al-Qashash 28: 56)
Siapa pun, termasuk Nabi hanya bisa berusaha, menampaikan risalah Islam dan mengajak orang menerimanya, tapi tidak bisa menjamin seseorang dapat menerimanya. Menjadikan seseorang beriman atau tidak adalah otoritas mutlak Allah SWT.
Ketujuh, syafaat Nabi kepada Abu Thalib adalah pengecualian dari firman Allah Ta'ala.
"Maka tidak berguna lagi bagi mereka (orang-orang kafir) syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at." (QS. Al-Muddatsir 74: 48)
Syafa'at Nabi kepada Abu Thalib itu bukan untuk mengeluarkan Abu Thalib dari neraka. Namun, hanya untuk meringankan adzab di neraka.