Saya mulai berhitung, maklum emak-emak. Lumayan juga kan uang sebesar itu buat beli sembako yang harganya juga mulai merangkak naik.Â
Akhirnya saya memutuskan naik angkot saja. Sekalian saya ingin memastikan apakah tarif angkot mulai naik atau menunggu intruksi dari dinas? Kalau naik, berapa kenaikannya.
Saya pun naik angkot pink D09 yang ke arah Terminal Depok. Saya perhatikan di pintu angkot tertempel "tarif sementara". Oh, berarti tarif memang sudah naik. Dikatakan sementara karena masih menunggu pengumuman dari dinas terkait.
Tarif-tarif itu tertera jelas berapa-berapanya, tergantung naik di mana dan tujuan. Untuk pelajar tarifnya Rp3000, tapi untuk pelajar yang jaraknya jauh tarifnya Rp5000.Â
Saya tidak tahu berapa persis kenaikan tarif angkot ini karena saya sangat jarang naik angkot. Yang jelas, ketika saya turun saya tanya berapa, supir bilang Rp6000. Berarti naik Rp2000. Terakhir sebelum BBM bersubsidi naik tarifnya masih Rp4000.Â
Oh, iya sebelum saya turun, supir sempat mampir ke SPBU Pemuda. Ia mengaku BBM di mobilnya tiris banget. Harus segera diisi. Ketika kendaraan memasuki area pengisian BBM, ternyata untuk BBM bersubsidi sudah habis.
Waktu menunjukkan pukul 17.30. Supir heran kok sudah habis saja. Tapi karena tidak ada pilihan, jadi dia pun mengisi jenis Pertamax untuk kendaraannya.Â
Harga Pertamax per liter saya lihat tertera Rp14.500. Naik Rp2000 dari harga sebelumnya Rp 12.500 per liter. Selisihnya lumayan juga jika dibandingkan dengan Pertalite: Rp4.500 per liter.
"Nombok deh saya. Mau nggak mau, nggak ada pilihan, mau bagaimana lagi," katanya kepada petugas SPBU sambil menghitung uang receh lembaran lusuh.
Tapi saya perhatikan pengemudi tidak menunjukkan aplikasi MyPertamina sebagaimana tertera dalam informasi yang terpampang di dekat mesin pengisian bahan bakar. HP-nya diletakkan di atas dashboard.Â