Kemarin sore, Kamis 8 September 2022, saya ada agenda pertemuan dengan orang tua murid eks kelas 9A SMP Negeri 1 Depok. Ini adalah kelas anak kedua saya, Annajmutsaqib yang biasa saya panggil Kakak Najmu.
Ini sih agenda bulanan. Arisan sambil mempererat tali silaturahmi yang sudah terjalin selama ini. Tempat yang dipilih di Kode-In Coffee & Eatery. Salah satu resto di bilangan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat.Â
Kalau dari rumah saya, lumayan jauh juga. Lebih dari 8 km. Untuk bisa ke sini, mau tidak mau saya harus naik ojek online. Karena katanya, tidak ada angkutan umum yang melewati kafe tersebut. Mau naik motor tidak bisa bawanya. Nasib, nasib.
Oke, saya pun mengorder ojek online. Tarifnya Rp36.000. Saya tidak tahu apakah ini tarif baru? Soalnya saya baca berita tarif ojol resmi naik pada Kamis kemarin.
"Bang, tarif ojol naik ya hari ini?" tanya saya saat dalam perjalanan.
"Tanggal 10 September, Bu," jawabnya.
"Oh, bukan hari ini ya. Soalnya saya baca berita tarif ojol sudah resmi naik," kata saya.Â
Obrolan pun berlanjut. Saya tanya, apakah tarif ojol naik berpengaruh dengan pendapatannya? Katanya, ya tergantung bagaimana aturan dari pusat. Kalau aturannya masih menerapkan seperti pola sekarang ini, jelas sangat memberatkan.
"Nih ya, Bu, tarif di Ibu kan Rp36.000, tapi diterima oleh saya Rp16.000. Sisanya yang 10.000 buat penyedia aplikasi. Kan nggak fair itu. Itu baru satu, sementara mitra ojol kan banyak," katanya seraya menunjukkan hp-nya yang terlihat dana yang diterimanya.
Potongan Rp10.000 ini adalah biaya aplikasi yang dikenakan kepada pengguna lewat setiap order jasa transportasi online. Apakah akan dihilangkan atau akan masih ada? Â