Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

dr. Rubini, Dokter Pejuang yang Diusulkan sebagai Pahlawan Nasional

3 September 2022   17:21 Diperbarui: 3 September 2022   17:35 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 31 Agustus lalu, adalah hari kelahiran dr Raden Rubini Natawisastra Sp.OG. Dokter lulusan STOVIA pada 1930
ini lahir di tanah Sunda, tepatnya di Kota Bandung pada 1906. Jika ia masih hidup, maka Rabu kemarin itu ia berusia 116 tahun.

Dokter Rubini adalah seorang dokter pejuang yang saat masa perjuangan melawan penjajah begitu peduli pada perempuan dan anak. 

Mungkin banyak di antara kita yang tidak begitu mengenalnya. Tapi, bagi masyarakat Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, sosok dr. Rubini begitu dikenal dan dikagumi. Meski, dr Rubini bukan orang asli Mempawah, namun perjuangannya di tanah Mempawah tidak mengenal lelah.

Dokter Rubini menetap di Propinsi Kalimantan Barat selama 17 tahun. Selain berprofesi dokter, ia juga pemimpin partai politik pada masanya dan memberikan perjuangannya demi cita-cita kemerdekaan Indonesia melawan penjajah di daerah Kalbar.

Meski berasal dari Tanah Jawa, dr Rubini bersedia merantau untuk memberikan perhatian pada layanan kesehatan masyarakat di Kalimantan Barat. Ia berusaha meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap ibu dan anak.

Dia sangat ingin menurunkan angka kematian ibu dan anak saat melahirkan yang sering terjadi di praktik bidan tradisional atau dukun beranak. 

Karena itu, selain membuka praktik kedokteran umum di rumahnya di Landraad Weg (kini Jalan Jenderal Urip Pontianak), ia juga membuka praktik kebidanan dengan ditangani bidan bersertifikat.

Rubini juga dikenal sebagai dokter yang rendah hati dan tanpa pamrih. Tidak pernah memungut bayaran alias digratiskan. Pasien terkadang membayar dengan apapun, seperti hasil bumi, kelapa, dan ayam. 

Ia juga sering berkeliling mengunjungi desa-desa di luar Pontianak dengan kapal atau perahu agar dapat menjangkau daerah terdalam.

Rubini seangkatan dengan dr Agusjam, dr Ismail, dr Achmad Diponegoro, dr Sunaryo, dr Rehatta, dr Salekan, dan dr Sudarso. Sebagian dokter lulusan STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen atau Sekolah Kedokteran Bumiputra), sebagian lagi lulusan NIAS atau Nederlands Indische Artsen School (Surabaya).

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Karena jejak perjuangannya ini, Kongres Wanita Indonesia (Kowani) bersama Pemprop Kalimantan Barat beberapa waktu lalu mengusulkan kepada pemerintah agar dr. Rubini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. 

"Alhamdulillah usulan ini sudah memasuki tahapan verifikasi Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat (TP2GP), bahkan dalam waktu dekat segera diusulkan kepada Presiden Joko Widodo," kata Ketua Umum Kowani Dr Ir Giwo Rubianto Wiyogo, Rabu malam 31 Agustus 2022, pada acara "Mengenang dr. Rubini, Pejuang Kemanusiaan dan Kemerdekaan Indonesia".  

Kegiatan "Mengenang dr. Rubini, Pejuang Kemanusiaan dan Kemerdekaan Indonesia" ini diadakan Kowani bekerjasama dengan pemerintah daerah Kalbar, tokoh masyarakat, dan Masyarakat Sejarahwan Indonesia cabang Kalimantan Barat -- pihak-pihak yang sudah ikut membantu dalam proses pengusulan dr Rubini sebagai pahlawan nasional.

Seminar ini adalah kelanjutan dari proses pengusulan dr Rubini sebagai pahlawan nasional. Menghadirkan tokoh sejarawan baik tingkat daerah maupun nasional juga perwakilan Kementerian Sosial.

"Usulan dr Rubini menjadi pahlawan nasional bukan tanpa sebab," kata Giwo Rubianto. 

Giwo menuturkan usulan dr Rubini sebagai pahlawan nasional bermula dari masyarakat Kabupaten Mempawah. Saat itu, Kowani melakukan kunjungan kerja dengan menggelar aksi-aksi sosial gerakan masyarakat hidup sehat di Kalbar yang puncaknya dilakukan di Kabupaten Sintang.

Pada kunjungan kedua bersamaan dengan vaksinasi massal, Kowani beranjangsana ke rumah sakit dr Rubini dan melintas Jalan Rubini.

Masyarakat Mempawah melalui ahli waris dr Rubini lantas menyampaikan kepada Kowani usulan tersebut. Kowani lalu mencoba mendampingi dan ikut mengawal proses perjalanan usulan tersebut. 

Mulai dari tingkat kabupaten, tingkat propinsi hingga tingkat nasional,  dalam hal ini Kementerian Sosial. Kowani juga sempat berziarah ke makam dr. Rubini.

Dari situlah kemudian diputuskan membentuk tim pengusul TP2GD. Gubernur lalu menerbitkan surat keputusan bernomor 217/Dinsos/2022 tenteng pembentukan tim peneliti pemberian gelar pahlawan kabupaten Mempawah.

"Alhamulillah, kami bersyukur prosesnya sangat lancar, mudah dan mendapat dukungan dari berbagai kalangan," tambah Giwo.

Dalam pandangan Giwo, dr Rubini memang patut mendapatkan gelar pahlawan nasional. Jasa dan perjuangannya selama masa penjajahan Jepang bagi masyarakat Mempawah tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Giwo menuturkan, selama hidupnya, dr Rubini yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Daerah, begitu banyak memberikan perhatian kepada korban kekerasan dari kalangan perempuan dan anak. 

Karena melihat kondisi inilah, dr Rubini akhirnya membentuk gerakan bawah tanah dengan melihat para pasiennya yang sebagian besar perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual oleh penjajah.

Kegigihannya melawan penjajah telah mengorbankan jiwa dan raga, sehingga dr. Rubini beserta istrinya yang sedang hamil, dan rakyat Kalimantan Barat lainnya, wafat di tangan penjajah. Peristiwa itu dikenal sebagai Tragedi Mandor.

Tragedi Mandor adalah peristiwa paling kelam di Kalimantan Barat.  Puluhan ribu orang selama kurun waktu tahun 1942 -- 1944 dibunuh secara keji oleh tentara pendudukan Jepang.

Para korban terdiri dari tokoh masyarakat, cerdik pandai, raja, sultan, panembahan dan hartawan. Dalam peristiwa pembunuhan masal di Mandor itu dr. Rubini dan istri, Amalia Rubini, turut menjadi korban. 

Beritanya dimuat dalam koran Borneo Shimbun Pontianak edisi tahun kedua nomor 135 tanggal 1 Juli 1944.

Pembunuhan besar-besaran tersebut terjadi pada 28 Juni 1944 di Mandor. Sebagai bentuk penghormatan kepada para korban maka setiap 28 Juni diperingati sebagai "Hari Berkabung Daerah Kalimantan Barat".

Namun, masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di luar Kalimantan Barat belum mengetahuinya.

"Apa yang diperjuangkan dr Rubini sejalan dengan visi dan misi Kowani yakni menjaga harkat dan martabat kaum perempuan. Tujuannya agar apa yang dilakukan dr Rubini melalui gerakan melawan kekerasan seksual menjadi inspirasi dan role model generasi sekarang," tutur Giwo. 

Karena itu, sudah sepatutnya Kowani berada di garda terdepan dalam proses pengusulan dr Rubini menjadi pahlawan nasional bersama tokoh masyarakat Kabupaten Mempawah dan propinsi Kalbar.

Kowani sendiri adalah organisasi federasi perempuan terbesar dan tertua di Indonesia dengan anggota berjumlah 102 organisasi di tingkat pusat dan sekitar 90 juta anggota yang tersebar hingga akar rumput. 

Dalam kiprahnya, Kowani sudah berhasil mengantarkan tokoh pejuang asal Aceh Laksamana Malahayati dan jurnalis perempuan asal Sumatera Barat Rohana Kudus sebagai pahlawan nasional.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Hamzah Haz, Wakil Presiden periode 2001-2004, yang juga warga Kalimantan Barat, juga menyambut positif usulan tersebut. 

Dalam video sambutannya, ia mendukung penuh usulan dr Rubini menjadi pahlawan nasional. Terlebih dr Rubini telah menjadi teladan dalam hal perjuangan dan pengorbanan bagi ibu pertiwi.

Dukungan serupa juga disampaikan Soraya Hamzah Haz. Meski tidak banyak mengenal dr Rubini, tetapi membaca kisah hidupnya, Soraya merasakan kepedihan yang luar biasa. 

"Saya menangis ketika membaca kisah belia. Karena itu sudah sewajarnya negara memberikan penghargaan gelar pahlawan," tukas Soraya.

Sementara itu, ahli waris keluarga dr Rubini, Prof. Widya Artini Wiyogo, menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada semua pihak yang telah berjuang bersama mengusulkan dr Rubini sebagai pahlawan nasional.

"Kami sangat tersanjung ketika eyang kami diusulkan menjadi salah satu pahlawan nasional. Apalagi usulan ini datang dari masyarakat," katanya.

Sebagai generasi ketiga dari dr Rubini, Widya dan ahli waris lain bersedia memberikan data-data untuk mendukung usulan tersebut. Harapannya, tentu saja apa yang diinginkan masyarakat Mempawah agar dr Rubini ditetapkan sebagai pahlawan nasional bisa segera terealisasi.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Sejawaran Prof Asvi Warman Adam juga menyatakan dr Rubini patut diangkat menjadi pahlawan nasional. Terlebih ia telah membaca dan mempelajari naskah akademik terkait alasan pengusulan dr Rubini sebagai pahlawan nasional. 

Dalam naskah akademik sebanyak 40 halaman, ia menangkap aspek dr Rubini sebagai pejuang kemanusiaan dan pejuang kemerdekaan sangat ditonjolkan. Menurutnya, itu sangat tepat.

Prof Asvi mengatakan ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam naskah akademik tersebut. Bahwa sosok dr Rubini adalah pejuang sepanjang hayat dan seorang dokter yang berkarya melebihi tugasnya. 

"Dua hal tersebut akan lebih menguatkan alasan mengapa dr Rubini pantas menyandang gelar pahlawan nasional," tegasnya.

Berkarya melebihi tugasnya ini lanjut Prof Asvi dapat dilihat dari sepak terjang dr Rubini dalam aktivitasnya sebagai dokter. Ia memulai tugasnya di Kalbar sebagai dokter keliling. Ketika menjabat sebagai kepala rumah sakit daerah, ternyata dr Rubini juga tetap masih berkeliling untuk menyambangi pasien-pasiennya.

Tidak hanya itu, keputusan dr Rubini untuk menetap di Kalbar saat pendudukan tentara Jepang menjadi bukti Rubini telah berkarya melebihi tugasnya. Sebagai dokter, ia bisa saja bersedia dievakuasi ke Jakarta atau ke Bandung. Tetapi nyatanya, dr Rubini memilih tetap berada di tengah rakyat Kalbar.

Karena itu, Prof Asvi meminta agar tim penyusun naskah akademik segera melengkapi narasi tentang sosok dr Rubini agar aspek kemanusiaannya tergambar lebih jelas.

Acara mengenang almarhum dr Rubini menghadirkan narasumber Prof. Dr. Agus Mulyana, M. Pd, Ketua Umum MSI, Guru Besar Pendidikan Sejarah UPI, Mansyur, S. Pd., M. Hum, Sejarawan Kalimantan Selatan.

Selain itu, menghadirkan pula dosen Pendidikan Sejarah Universitas Lambung Mangkurat dan M. Rikaz Prabowo, M. Pd MSI Kalimantan Barat, penulis Biografi dr. Rubini serta penanggap Jend. (Purn.) H. Agum Gumelar Ketua Ikatan Alumni Lemhannas dan Ketua Pepabri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun