"Coba bayangkan, sebentar, sudah berubah menjadi skenario kedua. Dan kita percaya skenario kedua, skenario pertama yang tadinya kita percaya, kita lupakan," kata dia.
Lantas muncul pertanyaan kemungkinan bisa saja nanti muncul "skenario ketiga" baik pada waktu pemeriksaan atau di persidangan. Untuk itu, ia menyampaikan akan pentingnya tidak melakukan judgement sekarang ini sebelum adanya putusan pengadilan menyelesaikannya.
"Namun meski sekarang skenario dua sudah makin menguat, bisa saja muncul skenario ketiga dan seterusnya. Semuanya serba mungkin," kata Otto.
Karena itu, sebagai kaum akademisi, Otto mengajak para dosen dan mahasiswa untuk mengkritisi persoalan ini dengan baik. "Kita harus tunggu akhir dari persidangan untuk menyimpulkan kasus ini," tambahnya.
Otto mengaku prihatin dan turut berduka atas kematian Brigadir J. Namun, ia mengingatkan penting untuk tetap menjaga hukum jangan sampai dirusak.
Dia menegaskan masyarakat  harus melihat perkara ini secara objektif. Kalau memang ada hal lain yang harus dibongkar, itu soal lain. Terpenting dalam kasus ini bagaimana kita bisa ketahui yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini.
"Kalau dia melakukan pembunuhan itu seperti itu, maka biarlah dihukum sesuai hukuman yang seharusnya. Itu intinya," tandasnya.
Otto juga sepakat dengan Prof Gayus, bahwa substansi hukum mengenal adanya kebermanfaatan di samping keadilan dan kepastian hukum. Tentunya agar hukum tidak sekadar mengadili yang salah dan menjatuhkan hukuman sesuai aturan yang berlaku, tetapi hukum juga harus mampu memberi manfaat untuk mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
"Harus ada kebermanfaatan dari penuntasan kasus hukum terhadap Sambo ini. Kita ingin agar di kemudian hari tidak muncul Sambo-Sambo yang lain," tandasnya.
Sementara itu, Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono mengatakan seminar nasional ini menjadi bagian dari upaya Unkris untuk memberikan pencerahan hukum kepada masyarakat luas sebagai bagian dari tugas para akademisi.