Hadist itu menegaskan, bahwa orang-orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya akan dicukupkan rezekinya oleh Allah sebagaimana Dia mencukupi rezeki burung-burung.
Kita tahu burung tidak memiliki sandaran apapun. Burung keluar dari sarang dengan bekal tawakal kepada Allah SWT yang kepadaNya ia bergantung. Karena tawakalnya itu, Allah mencukupkan rezeki burung.
Tingkatan tawakal
Derajat pertama, ma'rifat kepada Allah dengan mengetahui atau mengenal Allah dari sifat-sifatNya meliputi kekuasaanNya, keagunganNya, keluasan ilmuNya, keluasan kekayaanNya, bahwa segala urusan akan kembali padaNya, dan segala sesuatu terjadi karena kehendakNya, dan sebagainya.
Derajat kedua, memiliki keyakinan akan keharusan melakukan usaha. Karena siapa yang menafikan keharusan adanya usaha, maka tawakalnya tidak benar sama sekali.
Seperti seseorang yang ingin pergi haji, namun hanya duduk di rumahnya, tidak dibarengi dengan menabung. Maka sampai kapanpun ia tidak akan pernah sampai ke Mekah.
Derajat ketiga, adanya ketetapan hati dalam menauhidkan (mengesakan) Dzat yang ditawakali, Allah SWT. Karena tawakal memang harus disertai dengan keyakinan akan ketauhidan Allah. Jika hati memiliki ikatan kesyirikan-kesyirikan dengan sesuatu selain Allah, maka tawakalnya hilang.
Derajat keempat, menyandarkan hati sepenuhnya hanya kepada Allah SWT. Menjadikan situasi hati yang tenang hanyalah saat mengingatkan diri kepadaNya.
Seperti kondisi seorang bayi yang hanya bisa tenang dan tenteram bila berada di susuan ibunya. Demikian juga seorang hamba yang bertawakal, dia hanya akan bisa tenang dan tenteram jika berada di 'susuan' Allah SWT.
Derajat kelima, husnudzan terhadap Allah SWT. Karena tidak mungkin seseorang bertawakal terhadap sesuatu yang dia bersu'udzan kepadanya. Tawakal hanya dapat dilakukan terhadap sesuatu yang dihusndzani dan yang diharapkannya.