Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sarapan dengan Rendang Kemasan, Rasanya Nendang!

3 Agustus 2022   15:58 Diperbarui: 3 Agustus 2022   16:00 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini cerita tadi pagi saat saya akan menyiapkan sarapan untuk anak pertama dan anak kedua saya. Seperti biasa, ide untuk mengolah makanan untuk sarapan itu selalu datang dengan tiba-tiba.

Masak apa ya? Pokoknya yang tanpa ribet tapi cukup bergizi. Sepertinya enak nih bikin nasi goreng ikan tenggiri. Eh, ternyata ikannya habis. Ya sudah, nasi goreng telur saja kalau begitu. Eh, telurnya juga habis.

Saya buka kulkas dong. Seingat saya sih masih ada stok sosis deh. Eh pas buka freezer, saya menemukan "harta karun" yang belum dieksekusi.

Wah, boleh juga nih sarapan dengan yang ini. Soalnya, saya malas juga mau ke warung. Waktunya tidak memungkinkan. Malas juga pakai jilbabnya. Bisa habis berapa menit itu. Terlihat kan waktu begitu berharga.

Baca juga: Awal Tahun "Badendang" Wajah dan Semangat Baru demi Keluarga Tangguh

"Harta karun" berupa rendang sapi "Badendang" hasil racikan kawan saya, Dewi Syafrianis, yang juga tetangga jauh saya, itu pun saya ambil. Tinggal saya panaskan saja, kasih air sedikit karena rendangnya beku banget.

Sebenarnya, belinya rendang ini sudah agak lama. Seingat saya sih menjelang akhir puasa Ramadhan kemarin. Tapi karena ini divacum dan disimpan di freezer, jadi masih aman dong. Masa expired juga masih lama.

Saya sajikan di meja makan. Wow, anak kedua saya terkesima, secara rendang sapi makanan kesukaannya. Kalau anak pertama saya responnya biasa saja, soalnya lagi sariawan dia hahaha... padahal, rendang kesukaannya juga.

Tadinya anak pertama saya tidak mau makan, karena saya suapi dimakan juga itu.

"Nggak mau ah, Kakak lagi sariawan ini," katanya.

"Udah makan," kata saya seraya menyodorkan sendok ke mulutnya dan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim. Mangap juga kan akhirnya mulutnya hahaha...

"Kakak nggak boleh begitu. Itu sama saja Kakak menzdolomi perut Kakak. Kakak harus memenuhi haknya perut," kata saya berceramah, ah seperti ustadzah saja saya.

"Rasanya bagaimana, nendang?" tanya saya yang dijawab "nendangggg!"  

"Kenyang?" tanya saya yang dijawab "kenyanggg".

Alhamdulillah, anak-anak kelar sarapan. sebagai penutup, teh manis hangat pun diseruputnya. habis sarapan, anak-anak bersiap ke sekolah deh.

***

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Baca juga:
Dewi Dyafrianis, Sosok Inspiratif di Balik Produk 'Dendang" yang Dimasak Secara Tradision

Saya mau cerita sedikit tentang rendang sapi olahan produksi skala rumah tangga ini. Merk Badendang sendiri singkatan dari dendeng dan rendang. Jadi, kawan saya ini selain bikin rendang, juga dendeng dan aneka sambal.

Ia memulai karirnya di dunia kuliner, dari tahun 2010. Tiba-tiba saja terpikir begitu saja untuk berbisnis. Kebetulan juga, dulu orang tuanya punya warung nasi Padang. Jadi, dia belajar banyak di sini.

"Belajar membuat rendang itu sebenernya dari kecil itu kebetulan keluarga gue asli dari Minang. Doktrin orang tua gue itu, kalau namanya orang Padang ya harus bisa masak. Jadi, gue sering lihat orang tua masak, dari mulai meracik bumbu hingga cara memasak," kata Dewi.

Seperti kita ketahui, dendeng dan rendang adalah makanan khas Minangkabau, Sumatera Barat. Berbahan utama daging sapi.

Rendang hasil olahan kawan saya ini dihasilkan dari proses memasak dengan suhu rendah dalam waktu lama menggunakan aneka rempah-rempah dan santan. Setelah dimasak selama 10 jam, jadilah rendang yang rasanya maknyos.

Uniknya, Dewi dalam memasak olahan makanan khas Minang ini menggunakan kompor tungku dengan kayu bakar. Hasilnya, rendang yang kering.

Rendang kering, kata kawan saya, sangat awet dan tahan disimpan hingga berbulan lamanya, meski tidak memakai pengawet, sehingga bisa dibawa dalam perjalanan jauh.

Katanya, tradisi memasak rendang sebenarnya dengan tungku kayu bakar. Dewi hanya ingin mempertahankan dan melestarikan tradisi turun temurun itu agar tidak punah dimakan zaman.

Bagi masyarakat Minang, rendang sudah ada sejak dahulu. Menjadi masakan tradisi yang dihidangkan dalam berbagai acara adat dan hidangan keseharian.

Rendang sendiri telah dinobatkan sebagai hidangan yang menduduki peringkat pertama daftar World's 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) versi CNN International tahun 2011.

Demikian cerita saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun