Pendiri Foodbank of Indonesia, M. Hendro Utomo, menyampaikan, kongres ini diadakan karena belum seluruh penduduk Indonesia bebas dari rasa lapar. Sebagian orang pun belum memiliki akses terhadap makanan bergizi.
Di kongres ini menjadi momentum untuk memperkuat jaringan organisasi bank pangan di Indonesia sekaligus mendorong kemakmuran, memerangi kelaparan menuju Kebangkitan Indonesia yang Merdeka 100%.
Menurutnya, Indonesia belum bisa dikatakan merdeka jika masih ada penduduknya yang kelaparan. Sayangnya, selama Indonesia merdeka, masih banyak ditemukan orang-orang yang kelaparan.
"Indonesia belum betul-betul merdeka jika di antara kita masih ada yang kelaparan dan kurang gizi. Di Jakarta saja yang dekat dekat pusat Ibukota Negara juga masih ditemukan penduduk yang kelaparan," tandasnya.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) sebelumnya memperkirakan ada 130 juta ton sampah makanan per tahun. Angka itu seharusnya bisa menyelamatkan 11 persen penduduk Indonesia atau 28 juta orang dari kelaparan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2021 juga melakukan penelitian serupa. Hasil penelitian cukup mengejutkan.
Ternyata potensi sampah yang dihasilkan dari sampah makanan (food waste) dan makanan yang terbuang sebelum diolah (food loss) di Indonesia mencapai 23-48 juta ton per tahun pada 2020-2019. Angka itu setara dengan 115-184 kilogram per kapita per tahun.
Adapun berdasarkan analisis Harian Kompas, setiap orang di Indonesia rata-rata membuang makanan senilai Rp 2,1 juta per tahun. Jika dijumlahkan, sampah makanan di Indonesia mencapai Rp 330 triliun per tahun.
Di sisi lain, ribuan, bahkan jutaan orang, masih berjuang mendapatkan makanan setiap hari. Kelaparan bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain kemiskinan hingga minimnya akses untuk memproduksi pangan dari lahan sendiri.
"Kemubaziran adalah hal yang sangat jahat. Di satu sisi ada masyarakat yang berlebihan pangan, namun di sisi lain banyak masyarakat yang lapar, gizinya juga kurang," tandasnya.