Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Jejak Pergerakan Dokter Indonesia di Museum Kebangkitan Nasional

25 Mei 2022   19:38 Diperbarui: 30 Mei 2022   04:01 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang I dinamakan "Perubahan" yang berisi alat-alat pengobatan tradisional, seperti gilingan jamu, boteka atau tempat menyimpan racikan obat dan lain-lain.

Lanjut ke Ruang II yang diberi nama "Lahirnya Pendidikan Dokter Modern". Ruangan ini menyimpan beberapa macam peralatan kedokteran. Seperti alat pemecah kepala, elektroradiograf atau alat pencatat detak jantung, kuster atau alat untuk mensterilkan peralatan kedokteran.

Ruang III "Meningkat dan Berkembang" berisi koleksi alat rontgen, peralatan kedokteran, perlengkapan dokter bedah serta biola yang digunakan R, Maryono untuk memainkan lagu-lagu di halaman gedung STOVIA pada waktu istirahat. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Terakhir, ruang IV "Menuju Dokter Indonesia yang bukan hanya sekedar Inlandsche Arts". Ruangan ini memiliki koleksi peralatan kedokteran, seperti tempat jarum suntik, tabung wintrobe, objek glass.

Dulunya profesi dokter di Indonesia bermula sejak zaman Kolonial Belanda. Kolonial Belanda saat itu menghadirkan pendidikan dokter untuk bisa menghasilkan seorang dokter yang bisa menangani suatu penyakit. 

Saat itu, jumlah tenaga medis pemerintahan Hindia Belanda terbatas sehingga wabah penyakit yang ada waktu itu tidak dapat ditangani dengan maksimal. 

Pengobatan secara tradisional juga tidak membaik. Wabah malaria ketika itu begitu hebatnya melanda penduduk di Nusantara. 

Sekolah pendidikan dokter itu dikenal dengan nama STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Hasilnya, siswa yang telah lulus mendapat gelar "Dokter Djawa".

Para siswa STOVIA saat berdiskusi (Dokumen pribadi)
Para siswa STOVIA saat berdiskusi (Dokumen pribadi)

Sekolah ini pun terbuka untuk orang bumiputera. Dalam pekerjaannya, seorang Dokter Djawa umumnya sebatas menjadi mantri cacar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun