Ruang I dinamakan "Perubahan" yang berisi alat-alat pengobatan tradisional, seperti gilingan jamu, boteka atau tempat menyimpan racikan obat dan lain-lain.
Lanjut ke Ruang II yang diberi nama "Lahirnya Pendidikan Dokter Modern". Ruangan ini menyimpan beberapa macam peralatan kedokteran. Seperti alat pemecah kepala, elektroradiograf atau alat pencatat detak jantung, kuster atau alat untuk mensterilkan peralatan kedokteran.
Ruang III "Meningkat dan Berkembang" berisi koleksi alat rontgen, peralatan kedokteran, perlengkapan dokter bedah serta biola yang digunakan R, Maryono untuk memainkan lagu-lagu di halaman gedung STOVIA pada waktu istirahat.Â
Terakhir, ruang IV "Menuju Dokter Indonesia yang bukan hanya sekedar Inlandsche Arts". Ruangan ini memiliki koleksi peralatan kedokteran, seperti tempat jarum suntik, tabung wintrobe, objek glass.
Dulunya profesi dokter di Indonesia bermula sejak zaman Kolonial Belanda. Kolonial Belanda saat itu menghadirkan pendidikan dokter untuk bisa menghasilkan seorang dokter yang bisa menangani suatu penyakit.Â
Saat itu, jumlah tenaga medis pemerintahan Hindia Belanda terbatas sehingga wabah penyakit yang ada waktu itu tidak dapat ditangani dengan maksimal.Â
Pengobatan secara tradisional juga tidak membaik. Wabah malaria ketika itu begitu hebatnya melanda penduduk di Nusantara.Â
Sekolah pendidikan dokter itu dikenal dengan nama STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Hasilnya, siswa yang telah lulus mendapat gelar "Dokter Djawa".
Sekolah ini pun terbuka untuk orang bumiputera. Dalam pekerjaannya, seorang Dokter Djawa umumnya sebatas menjadi mantri cacar.Â