Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kajian Fiqih, Berikut Penyebab Seseorang Wajib Mengqadha Puasa

21 Mei 2022   16:03 Diperbarui: 21 Mei 2022   16:05 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah sebulan lebih vakum, Kajian Fiqih DKM Masjid Al Ihsan Permata Depok, Kota Depok, Jawa Barat, kembali diadakan Jumat malam 20 Mei 2022.

Kajian yang dibawakan oleh Ustadz H Muhammad Isnani, Lc, M.Si ini membahas mengenai menqadha puasa.

Mengqadha puasa artinya mengerjakan atau membayar utang puasa yang tidak bisa kita lakukan di bulan Ramadan.

Orang yang mengqadha puasa berarti dirinya memiliki kondisi tertentu yang membuatnya tidak diperbolehkan untuk berpuasa atau diberi keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan.

Apa yang menyebabkan seseorang harus mengqadha puasanya? Selain karena orang tersebut batal puasa, juga karena kondisi-kondisi tertentu yang membuat seseorang tidak berpuasa.

Puasa seseorang menjadi batal jika makan dengan sengaja, minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, haid, nifas, mengeluarkan mani dengan sengaja dengan media apapun.

Selain itu, mengonsumsi sesuatu yang sampai pada rongga bagian dalam tubuh (jauf) atau yang masuk dari mulut, hidung dan telinga. Niat berbuka meski tidak melakukan sesuatu yang membatalkan juga membatalkan puasa.

Ustadz juga menyampaikan makan, minum, berhubungan suami isteri karena mengira waktunya sudah Maghrib atau sebelum fajar, juga membatalkan puasa.

Kalau makan atau minum tanpa sengaja tidak membatalkan puasa. Terlepas apakah yang dimakan atau diminumnya habis tidak bersisa. Jadi, ketika dia ingat bahwa dia tengah berpuasa, maka diperbolehkan melanjutkan puasanya.

"Barangsiapa makan karena lupa sementara ia sedang berpuasa, hendaklah ia menyempurnakan puasanya karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum." (HR Bukhari Muslim).

Dari Abu Huraira, Rasulullah bersabda, "Siapa yang berbuka di bulan Ramadan dalam keadaan lupa, maka dia tidak wajib qadha dan kafarat." (HR Balhaqi)

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Dari hadist ini tidak disebutkan banyak atau sedikit. Jadi, sekalipun dia makan atau minum banyak jika lupa sedang berpuasa, maka dia diperbolehkan menyempurnakan puasanya dengab tetap melanjutkan puasanya.

"Jika seorang yang berpuasa makan dan minum di bulan Ramadan, atau dalam puasa sunah atau kafarat, atau puasa wajib apa saja, atau puasa sunah, dalam keadaan lupa, maka puasanya sempurna, tidak diwajibkan qadha padanya."

Dari Ibnu 'Abbs Radhiyallahu anhu bahwa Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allh Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan."

Berbeda dengan makan atau minum dengan sengaja. Makan atau minum sedikitpun jika memang sengaja dengan kesadaran, maka puasanya tetap batal.

Ustadz melanjutkan mengenai seseorang yang niat membatalkan puasa, puasa itu langsung batal, meski orang tersebut tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa semisal makan atau minum.

Bolehkah niatnya berubah? Awalnya, niatnya ingin membatalkan puasa, tiba-tiba berubah pikiran ingin tetap melanjutkan puasa karena sayang, sah tidak puasanya?

"Maka puasa itu tetap batal, tidak sah. Karena niat yang awal sudah menggugurkan puasa," terangnya.

Barang siapa yang berniat membatalkan puasanya padahal ia sedang berpuasa, maka puasanya menjadi batal dengan yakin dan tidak ragu-ragu, kemudian ia tidak mendapatkan apa yang dia makan, lalu ia mengubah niatnya kembali, maka batal puasanya dan ia wajib mengqadha' puasanya untuk hari itu (Bada'i as Shanai': 2/92, Hasyiyatu Ad Dasuqi: 1/528, Al Majmu': 6/313 dan Kasyfu al Qana': 2/316).

Kecuali, jika orang tersebut mengucapkan niat dengan syarat tertentu. Misalnya, dia niat membatalkan puasa jika ia mendapatkan air untuk diminum atau  makanan untuk dimakan. Jika tidak, ia tetap akan berpuasa.

Maka puasanya tetap sah karena ia tidak memutus niatnya akan tetapi ia mengaitkan pembatalan puasanya pada keberadaan sesuatu, dan sesuatu tersebut ternyata tidak ada maka ia tetap pada niatnya yang pertama.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Bedanya air mani, madzi, dan wadzi

Perbuatan yang membuat seseorang harus mengqadha puasa yaitu mengeluarkan air mani dengan sengaja. 

Air mani yang keluar tidak menimbulkan najis, tetapi termasuk dalam hadast besar sehingga harus mandi besar. Seorang laki-laki yang keluar air mani saat berpuasa maka batal puasanya.

Mani adalah cairan yang keluar ketika syahwat seseorang telah mencapai puncak, memiliki bau khas, disertai pancaran atau keluar melalui muncrat, dan setelah keluar menimbulkan lemas.

Hukum cairan ini tidaklah najis, tetapi menurut pendapat yang kuat, jika mani keluar bisa menyebabkan hadast besar sehingga dapat membatalkan puasa dan wajib mandi besar.

Madzi adalah cairan putih bening dan lengket yang keluar ketika dalam kondisi syahwat, tidak muncrat, dan setelah keluar tidak menyebabkan lemas.

Air madzi termasuk najis ringan (najis mukhaffafah), tetapi jika keluar, seseorang tidak diwajibkan untuk mandi besar dan tidak membatalkan puasa.

keluarnya air madzi membatalkan wudhu. Jadi, bila air madzi keluar dari kemaluan seseorang, maka ia wajib mencuci kemaluannya dan berwudhu jika hendak salat.

Wadi adalah cairan putih kental dan keruh yang tidak berbau. Mirip dengan air mani, tetapi dari sisi kekeruhannya berbeda dengan mani.

Biasanya wadi keluar setelah buang air kecil atau setelah mengangkat beban yang berat, dan keluarnya bisa setetes atau dua tetes, bisa juga lebih.

Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian berwudu jika hendak salat. Jika cairan wadi terkena badan, membersihkannya dengan dicuci.

Merujuk pada kitab Fiqh Ash-Shiyam, Syekh Hasan Hitou berujar, "jika seorang suami mencium istrinya dan dia sedang berpuasa, kemudian merasa nikmat dan keluar madzi, namun tidak mengeluarkan mani, maka jumhur berpendapat puasanya tidak batal, dan itu adalah pendapat ulama Syafi'iyyah tanpa ada perbedaan di antara mereka."

Air madzi tergolong najis tetapi tidak mewajibkan seseorang untuk mandi junub. Seseorang hanya perlu membersihkan bagian tubuh atau pakaian dengan air jika terkena air madzi.

Rasulullah SAW bersabda, "cukup bagimu dengan mengambil segenggam air kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut." (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Puasa qadha dulu baru puasa sunnah

Banyak orang yang ingin menjalankan puasa sunnah Syawal tetapi belum puasa qadha. Ini tidak boleh. Karena amalan yang wajib harus lebih diutamakan dari amalan sunnah.

"Bila berbenturan antara yang wajib dengan yang sunnah maka yang didahulukan adalah yang wajib," kata ustadz.

Jika orang tersebut tidak mendapatkan puasa di bulan Syawal karena harus membayar utang puasa Ramadan, maka dia bisa mengqadha puasa sunnah Syawal itu di bulan lain. Dia akan tetap mendapatkan pahala puasa bulan Syawal.

Bolehkan menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunnah? Ustadz menjelaskan tidak boleh. Puasa qadha tidak bisa digabung dengan puasa Syawal. Masing-masing harus dikerjakan sendiri-sendiri.

Kewajiban mengqadha' puasa ini adalah wajib muwassa', wajib yang waktunya masih leluasa. Artinya boleh mengqadha' di waktu kapan pun sepanjang tahun tersebut.

Sebenarnya, boleh-boleh saja mengqadha puasa wajib di bulan-bulan lain. Tidak harus di bulan Syawal. Namun, jika seseorang ingin melakukan puasa sunnah, maka ia harus membayar utang puasanya terlebih dahulu.

"Dulu aku pernah memiliki hutang puasa Ramadhan, dan aku tidak mampu meng-qadha'-nya kecuali di bulan Sya'ban." (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim 1146)

Demikian catatan saya. Semoga bermanfaat.

Wallahu'alam bisshowab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun