IDI mengakui pemisahan/pembagian kepemimpinan antara PB IDI, MKKI, MKEK, MPPK.
Seperti organ bernegara, agaknya  IDI entah mengikuti ajaran "trias politica" dalam hukum tata negara. Yang kiranya saya bisa menyebutnya dengan "Quarta Politica" sebagai ontologis struktur kepemimpinan/kekuasaan IDI.
Dari analisis struktur kepemimpinan, PB IDI bukan atasan MKKI, MKEK dan MPPK. Demikian pula MKKI, MKEK dan MPPK bukan subordinat PB IDI, namun memiliki wewenang dan bertanggung jawab pada bidang tugas masing-masing.Â
Tidak bisa intervensi. Dari narasi itu, publik bisa mencerna apa artinya Putusan MKEK bagi dokter anggota IDI yang diperiksa dan "diadili" majelis etiknya.Â
Struktur rumah besar  IDI sedemikian adalah aspirasi dan pilihan rasional yang berasal dari bawah/praksis lapangan. Juga,  memiliki justifikasi sosio-profesional, karena dibahas/dikaji, diuji/dievaluasi dan disahkan melalui Muktamar IDI setiap 3 tahun.Â
Sebab itu, bukan hanya memiliki justifikasi hukum namun sosiologi organisatoris. Publik cq pasien berhak atas IDI tangguh tak diintervensi menjaga profesi mulia dokter.Â
Yang disebut MK RI dalam pertimbangan putusannya ikhwal status norma Organisasi Profesi IDI, sebagai profesi istimewa. Kenapa? Karena terikat 3 norma: hukum, disiplin dan etika.
Untuk menjalankan amanat konstitusi Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 yang diselesaikan negara kepada dokter.Â
Memangnya bisa negara melakukan layanan, asuhan dan tindakan medis? Pergi ke ruang operasi? Membuat pemeriksaan kesehatan sendiri? Butuh pemeriksaan medis dan pernyataan medis dokter cq. IDI, pasti!Â
"Karena itu, patuhi konstitusi, lindungi dokter, jaga IDI. Tabik," katanya.
Ia tidak mempermasalahkan jika PDSI hadir sebagai sebagai oganisasi sosial. Boleh saja. Tetapi, sebagai organisasi profesi, ia menyatakan dengan tegas tidak! Organisasi profesi kedokteran yang diakui negara berdasarkan undang-undang adalah IDI.