Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bukber Tanpa Mengobrol? No Way!

20 April 2022   12:27 Diperbarui: 20 April 2022   12:40 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: kompas.com

Setelah dua tahun lebih tidak berjumpa karena pandemi Covid-19, akhirnya, Selasa, 19 April 2022, saya ada agenda buka puasa bersama dengan salah satu anggota DPR RI.

Saya tidak sendiri. Tentu saja ada teman-teman lain yang juga diundang. Tempatnya, di Ayam Goreng Ny Suharti, Cilandak, Jakarta Selatan. Tidak jauh dari Mall Cilandak.

Hujan yang turun deras ternyata tidak menyurutkan langkah kami untuk memenuhi undangan itu. Saya yang berangkat dari rumah di Citayam dalam kondisi hujan deras, sampai di tempat tujuan juga masih hujan deras.

Saya sendiri ingin tahu juga, ketika kami berbuka puasa, apakah tidak disertai dengan saling berbicara? Sebagaimana imbauan Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.

Wiku mengimbau masyarakat yang ingin buka puasa bersama atau bukber selama Ramadan, dianjurkan untuk tidak berbicara satu sama lain.

"Boleh buka puasa bersama, baik di restoran maupun di rumah. Asal, dengan catatan saat berlangsung, dilarang mengobrol," katanya.

Alasannya sih, mengapa dilarang berbicara saat berbuka puasa bersama agar tidak menimbulkan droplet yang menjadi penyebab penularan virus. Dengan tidak berbicara dapat meminimalisir penyebaran virus Covid-19 dari udara.

Nanti, katanya, setelah makan, baru boleh mengobrol. Dengan catatan memakai masker dan berjarak.

Tempat pertemuan di ruangan di lantai 2. Meja-meja disusun berbentuk persegi empat yang saling berdempetan. Antara meja saya dan meja depan saya, ada jarak yang cukup membentang.

Tidak berapa lama, beberapa pegawai restoran satu persatu membawa makanan dan menyajikannya di meja.

Ada ayam goreng kremes, ikan gurame goreng kremes, tahu tempe bacem, karedok, gudeg, krecek kikil, dan telur rebus. Tidak lupa air mineral, teh manis hangat, dan jus jeruk.

Sebelum waktu berbuka puasa tiba, ada sharing session. Anggota DPR tersebut meminta pandangan-pandangan kami terkait kinerjanya selama ini. Apa yang harus dibenahi agar kinerja semakin membaik dan memberikan manfaat untuk rakyat.

Sharing session berhenti ketika adzan Maghrib berkumandang, menandakan waktu berbuka puasa tiba. Kami pun segera berbuka. Tentu saja dengan membuka masker.

Ternyata, saat bukber ini kami tidak bisa diam. Tetap saja ada percakapan. Terutama dengan teman di samping kiri dan kanan. Saya perhatikan hampir semuanya sambil berbicara.

"Butet, gue mau ayam gorengnya dong," kata teman saya, Elva Setyaningrum, yang duduk di samping saya. Kebetulan posisi ayam goreng dekat saya.

Ini sebenarnya percakapan sederhana, tetapi tetap saja itu suatu percakapan, obrolan.

"Gue minta kreceknya. Kayaknya sudah lama juga gue nggak nyobain," kata saya, eh padahal dekat saya ada juga krecek kikil. Ini makanan yang cukup menggugah selera karena ada cabai rawit setan.

"Mbak Inung, tolong ambilin sambel kecapnya. Enak ternyata," kata Elva lagi.

"Butet, ayam gorengnya jangan dihabisin yak," kata Ashriati yang duduk di samping Elva.

Sementara saya dan Inung makan ikan gurame goreng tanpa nasi sambil mengobrol kondisi anak-anak masing-masing. Bagaimana anak-anak kami menjalankan puasa.

"Eh kalau ada yang mau pesan kopi, pesan aja ya," kata pihak yang mengundang seraya menghampiri kami.

Saya perhatikan, di sayap kanan, sayap kiri,  juga begitu. Entah apa yang diobrolin, yang jelas saling berbicara. Ada juga yang diselingi dengan tawa-tawa kecil.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sepertinya memang sulit untuk tidak mengobrol saat buka puasa bersama. Di antara kami juga tidak ada yang saling mengingatkan.

Maklum, di antara kami sudah lama juga tidak bersua. Masa iya, diam-diam saja. Makan diam, minum diam. Seperti orang musuhan saja.

Jadi aneh saja begitu membayangkan bagaimana bukber yang diisi dengan pertemuan tapi tidak disertai dengan percakapan. Membingungkan saja.

"Bagaimana ceritanya bukber kagak boleh ngobrol," kata teman saya ketika mendengar imbauan tersebut.

Karena memang sudah menjadi semacam kebiasaan, kalau makan bersama ya pasti diselingi dengan obrolan. Entah itu restoran, rumah makan, warung nasi pinggir jalan, bahkan di rumah sekalipun. Itu sudah satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Kecuali kalau makan sendiri hehehe...

Mungkin alasannya mengapa imbauan Satgas Penanganan Covid-19 "diabaikan" karena kami sudah melakukan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap, sebagian besar dari kami juga ada yang sudah booster 3, sebagian lagi sudah swab antigen dan hasilnya negatif.

Jadi, sepertinya tidak ada masalah jika kami saat berbuka puasa saling mengobrol. Bisa jadi juga karena ada wacana Indonesia tengah menuju endemi, bukan lagi pandemi.

Bagaimanapun, menurut saya, tidak berbicara saat makan sulit dihindari. Karena berdasarkan beberapa hadist yang saya baca, berbicara ketika makan ternyata hal yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya.

Nabi shallallahu'alaihi wasallam juga berbicara saat makan dan memberi nasehat manusia saat makan. Beliau juga berbincang-bincang bersama sahabat ketika makan.

Salah satunya ini. Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu ia berkata: Suatu hari Rasulullah Saw dihidangkan makanan berupa daging, kemudian disuguhkan daging paha untuk beliau. Dan beliau sangat menyukainya. Maka beliau pun menyantapnya. Kemudian beliau bersabda: 'Aku adalah pemimpin manusia di hari kiamat...'" (HR. Bukhari no.3340, Muslim no.194).

Dari hadist itu, makan sambil berbicara bukan adab tercela karena menimbulkan kebahagiaan bagi orang-orang yang makan.

Jadi, efektifkah bukber tanpa mengobrol? Kalau berdasarkan pengalaman saya kemarin, ya tidak efektif. Bagaimana bisa kita menahan diri untuk bertukar cerita di sesi makan bersama?

Ketika ada yang berbicara lantas kita melarangnya untuk berhenti berbicara? Tidak mungkin juga, bukan? Bisa saja sih berhenti sejenak, eh pasti kembali lagi ngobrol. Godaan untuk mengobrol itu tidak bisa dihindari.

Kecuali, jika ada sanksinya, ada yang mengawasinya, mungkin bisa berjalan efektif. Eh, apa iya? Semisal pihak restoran atau tuan rumah melarang untuk berbicara apa iya mau didengarkan? Yang ada marah-marah mungkin hehehe...

Kalau mau efektif sih, menurut saya, mending dilarang sekalian. Dilarang buka puasa bersama. Beres.

Sejatinya, imbauan tersebut bagus untuk kepentingan bersama tetapi sangat sulit direalisasikan. Sebagaimana sifatnya imbauan, berarti imbauan bisa diterima, bisa tidak.

Mau diterima, mau tidak, ya silakan saja. Kalau kata Gus Dur, "Gitu aja kok repot".

Jadi, bagaimana mau bukber di mana? Di rumah saja?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun