Namun, nyawa Kala bisa diselamatkan oleh Pram. Tragisnya, Pram sendiri akhirnya memutuskan bunuh diri dengan meloncat dari ketinggian. Menggantikan posisi Kala. Seketika, Kala menangis menjerit.
Akhir cerita tidak digambarkan bagaimana hubungan Kala dengan orang tua dan 2 sahabatnya. Apakah ayah menyadari kesalahannya dan meminta maaf pada Kala?Â
Kisah di film memang ditutup dengan adegan Kala yang tersenyum ketika mendengar suara Pram memanggil namanya.Â
Apakah itu menunjukkan kondisi kejiwaan Kala makin membaik atau sebaliknya memburuk paska peristiwa tragis tersebut?
Secara keseluruhan, menurut saya pribadi, film berdurasi 1 jam 30 menit ini menarik. Hanya memang ada celah. Terutama dari sisi edukasi bagaimana menangani anak yang mengalami sakit mental, terutama gangguan bipolar.
Di film memang selintas diceritakan Kala dibawa ke psikiater oleh kedua orang tuanya. Psikiater juga menyebutkan hasil diagnosisnya bahwa Kala terkena gangguan bipolar. Belum diketahui penyebab pastinya. Apakah genetik atau ada riwayat keluarga.
Sayangnya, di sini, psikiater tidak memberikan arahan atau solusi bagaimana menghadapi anak yang mengalami gangguan mental tersebut. Bagaimana bentuk support system yang dapat mendukung kesembuhan si anak.
Orang tua juga tidak ada keinginan untuk bertanya lebih jauh kepada psikiater bagaimana menjaga anak dengan gangguan bipolar. Akibatnya, anak menjadi terkungkung, yang justru membuat kondisi kejiwaan anak tidak membaik.
Letak kekurangan dari film ini, menurut saya, justru menjadi letak kelebihannya. Secara tidak langsung, film yang tayang perdana sejak 3 Februari ini, ingin mengedukasi orang tua bahwa penting lho menggali informasi lebih jauh mengenai sakit mental.
Bentuk dukungan orang tua tidak hanya berfokus pada obat-obatan saja. Mendengarkan apa yang disuarakan anak justru akan membuat anak menjadi lebih merasa sebagai manusia.