Meski di sekitar pengemudi ada pengemudi lain, karena dia memiliki performa bagus, sistem akan mengarah ke akunnya. Begitu kata beberapa driver yang pernah saya tanya. Termasuk kata abang saya yang belum lama ini ikut menjadi ojek online buat menambah penghasilan.
Kalau mendapatkan penilaian bintang satu dapat membuat seorang pengemudi tidak bisa mencari nafkah karena akunnya ditangguhkan atau disuspend. Pengemudi menjadi tidak bisa mencari nafkah.
Ya, bagi para pengemudi, rating jelek adalah momok yang menakutkan, yang akan selalu  menghantui, yang bisa mengancam "kariernya" sebagai pengemudi. Meski itu bukan kesalahannya.
Saya dulu pernah kasih bintang 1 ke pengemudi ojek online. Dulu banget. Bertahun-tahun lalu. Mungkin 7-8 tahun lalu. Ketika itu saya order ke rumah kawan kantor yang meninggal untuk melayat.
Kebetulan, saya lagi bawa barang, dapat doorprize dari agenda pekerjaan yang saya hadiri. Sampailah ditujuan. Saya bayar pakai uang tunai. Hanya saja, driver tidak punya uang kembalian.Â
Saya pun ke sana ke sini menukar uang. Tapi dengan perasaan kesal. Setelah dapat, lalu saya bayar. Karena masih kesal, di  aplikasi saya kasih bintang 1.Â
Inginnya saya, pengemudi harus siap menyediakan uang kembalian. Kalau tidak ada, jangan penumpang yang harus repot mencari uang recehan. Harusnya dia menawarkan diri buat menukar uang secara kan dia naik motor.Â
Tapi, penilaian yang saya berikan itu, belum tahu kalau rating berdampak pada kelangsungan pekerjaannya. Ketika belakangan saya mengetahui demikian, seketika saya pun menyesal.Â
Jadi membayangkan nasib si pengemudi. Membayangkan juga jika saya berada di posisi pengemudi. Begitulah, ketika penyesalan datang belakangan.
Sejak itu, saya tidak pernah memberi rating 1 meski misalnya saya kecewa dengan pelayanannya. Seperti menunggu lama, tidak sesuai titik penjemputan, jalannya lambat, tidak tahu arah, tidak menyediakan jas hujan, dan lain-lain.