Tanggapan BRINÂ
Saya pun berbincang dengan salah seorang humas di BRIN, Sabtu, 8 Januari 2022. Ia enggan namanya disebutkan. Sebelumnya, ia humas di salah satu LPNK yang juga ikut melebur ke BRIN.Â
Berada di posisi yang netral, ia hanya bisa memberikan pencerahan kepada saya. Mengapa lembaga riset di Indonesia diintegrasikan ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)?
Karena saat itu, Presiden Joko Widodo heran, mengapa riset-riset di Indonesia selalu tertingggal dengan negara lain? Sementara lembaga riset di Indonesia banyak, tapi kok hasilnya tidak seperti yang diharapkan?
Setelah dipetakan dan dianalisis, akhirnya diputuskan untuk diintegrasikan dalam satu wadah. Maka, keluarlah Perpres Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.Â
Ia bisa memahami tujuan Presiden untuk memperbaiki ekosistem riset di Indonesia sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau UU Sistem Sisnas Iptek.Â
Terlebih anggaran ristek yang tidak besar itu, juga porsinya lebih banyak dialokasikan untuk membayar gaji pegawai. Jika lembaga-lembaga ristek ini digabung berapa banyak anggaran bisa "diselamatkan" dan dialihkan untuk membiayai riset.Â
Sebagai "orang awan" yang tidak berkutat di penelitian dan pengembangan, ia pun memahaminya.Â
Nah, yang ia herankan mengapa "orang-orang besar" yang harusnya paham dengan tujuan baik dibentuknya BRIN justru protes dan menggalang dukungan petisi di change.org.
"Ini mereka memang yang tidak paham atau ada pihak yang sengaja menggerakkan? Ada apa ini? Ini yang perlu ditelusuri," katanya.Â
Menanggapi petisi ini, humas BRIN menyampaikan proses integrasi LBM Eijkman, bukan berarti menghilangkan lembaga penelitian tersebut. Adanya peleburan ini justru akan semakin memperkuat LBM Eijkman menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.