Saya perhatikan di sepanjang perjalanan terpasang pipa air dari paralon. Katanya sih, air yang terdapat di Hopeland Camp berasal dari sini. Air buat mandi dan lain-lain berasal dari pegunungan ini.
Pikiran saya, kalau jalan sendiri tanpa pengawal di siang hari sepertinya bisa nih. Tinggal berpatokan pada jalur pipa air ini saja. Cuma persoalannya apakah cukup berani jika dalam perjalanan berpapasan dengan ular?
Kami semakin semangat meneruskan perjalanan. Seperti apa sih curug yang dituju ini? Kami melintasi air yang mengalir dari bebatuan.
Akhirnya, kami pun sampai di curug yang dituju. Oh begini air terjunnya. Dalam pengamatan saya tidak setinggi dengan curug-curug yang pernah kami singgahi.
Menurut saya, curug ini masih perawan. Belum terjamah banyak manusia. Masih rimbun oleh pepohonan. Saya coba menelusuri di google belum ada informasi mengenai Curug Cihampar ini.Â
Itu berarti, sangat jarang orang ke sini. Ya, maklum saja, Hopeland Camp sendiri baru mulai dikunjungi pada Mei 2021. Bisa dibilang baru segelintir orang ke sini. Lebih seringnya sih offroad.
Masih perawannya Curug Cihampar ini setidaknya terlihat juga dari adanya pacet (atau lintah?) di sekitaran curug. Dibilang banyak tidak, sedikit juga tidak.
Pacet juga menempel di kaki di beberapa dari kami. Termasuk saya, suami, dan anak saya. Saya tuangkan minyak kayu putih pada pacet yang menempel di kaki. Pacet yang mulai gemuk itu pun bergeliat melepas gigitannya. Darah pun mengalir dari kaki saya.
Sebenarnya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan ketika digigit pacet. Tidak berbahaya juga. Biasanya setelah kenyang mengisap darah, lintah dan pacet akan terlepas dengan sendirinya.
Setelah terlepas dari kulit akan timbul luka maupun lebam akibat isapan hewan tersebut. Sebagaimana yang saya ketahui gigitan pacet juga bermanfaat bagi kesehatan. Salah satunya, membersihkan darah kotor.