Sistem pembelajaran secara daring dinilai tidak efektif. Pengawasan kegiatan belajar mengajar anak kurang. Selain itu, anak mulai jenuh berada di rumah.
Belajar daring juga membuat anak-anak malas belajar. Kalau ada tugas dari sekolah anak-anak baru belajar. Selebihnya "main" handphone.
Keluhan lainnya, selama belajar daring anak-anak lebih sering menjadi kaum rebahan. Mengikuti kelas online ya sambil rebahan di tempat tidur, tidak jarang tanpa mandi. Tidak juga pakai seragam.
Tidak ada suasana sekolah yang dirasakan anak-anak. Terlebih guru juga lebih sering memberikan tugas daripada menjelaskan. Ini yang membuat anak-anak jadi kurang bersemangat.
Mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) misalnya, bukanlah sekadar pelajaran menghapal. Keduanya membutuhkan penjelasan dari guru.
Memberikan tugas tanpa penjelasan guru, bagi orang tua, jelas sesuatu yang memberatkan dan membingungkan anak-anak. Anak-anak bingung, apa lagi orang tua, ya mana paham?
Solusinya, anak-anak akhirnya bertanya pada Google. Jika anak bertanya soal pelajaran ke orang tua, orang tua lantas menyarankan bertanya saja ke Mbah Google.
"Saya sebagai orang tua inginnya guru memberikan penjelasan melalui slide. Jadi, saat online tersorot, kemudian diterangkan jalannya bagaimana, tapi dikemas dengan cara menarik," tutur salah satu orang tua murid.
Kata kepala sekolah, keluhan yang disampaikan orang tua murid kelas 9 ini juga disampaikan oleh orang tua murid kelas 7 dan kelas 8, dalam pertemuan sebelumnya.
Jadi, selama 2 tahun terakhir ini, belajar secara daring, menurut saya ya masih begitu-begitu saja. Â