Sekretaris Umum Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama, Alissa Wahid, menekankan kasus kekerasan seksual yang terjadi dan dialami oleh korban berdampak langsung kepada korban dan keluarganya. Â
Korban sudah dipastikan dalam kondisi terguncang dan berpengaruh terhadap masa depannya kelak. Pihak keluarga juga pasti sangat kecewa dan bersedih. Ada banyak keluarga yang menyimpan luka dan duka karena anaknya tidak mendapat keadilan dan penyelesaian dari kampus terkait kekerasan seksual.
Karena itu, Alissa yang juga aktif di Wahid Institute, saat menjadi narasumber dalam webinar tersebut, menyambut baik Permendikbudristek PPKS. Permen ini, katanya, menjawab kondisi yang menurutnya sudah penting dan genting.
Mengutip Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang tidak lain ayahnya, bahwa 'perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi'. Ketika korban kekerasan seksual yang dilakukan di bawah relasi kuasa tidak bisa mendapatkan keadilannya, perdamaian di universitas hanyalah ilusi.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, juga mendukung Permendikbudristek PPKS. Ia berkomitmen untuk mewujudkan moderasi beragama sebagai solusi dari menghadapi problem keagamaan dan kebangsaan. Caranya, dengan mengimplementasikan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umat.
Â
"Perlindungan terhadap civitas akademika dalam konteks kekerasan seksual adalah bagian dari implementasi moderasi beragama dan aktualisasi ajaran agama," katanya dalam kesempatan yang sama.
Salah satunya melalui penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
Ketua Umum Presidium Kaukus Perempuan Parlemen RI, Diah Pitaloka, juga mengapresiasi terbitnya Permendikbudristek PPKS sebagai suatu langkah yang progresif melawan kekerasan seksual.
"Kita semua kaget sekaligus senang karena Permendikbudristek ini lahir dari kegelisahan kampus akan fenomena kekerasan seksual," kata Diah yang juga anggota Komisi VIII DPR RI.
Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual sedang dibahas, maka kehadiran Permendikbudristek PPKS dapat membangun narasi lebih luas dari kalangan civitas akademika di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini mengaku tidak menemukan narasi melegalkan perzinahan dalam Permendikbudristek tersebut sebagaimana dikhawatirkan sejumlah pihak.