Dua minggu usai liburan akhir tahun 2020 keliling Jawa -- Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, anak pertama saya terlihat berbeda. Tidak seperti biasanya. Aneh saja. Benar-benar aneh.Â
Biasanya yang namanya habis liburan kan bawaannya ceria. Habis refreshing logikanya ya harus fresh dong. Masa habis liburan selama 2 pekan, anak saya justru lain sendiri?
Saya perhatikan ia selalu mengurung diri dan tidak mau makan. Kalau disuapi baru mau makan. Selain itu, marah-marah yang tidak jelas juntrungannya. Tidak ada angin, tiada hujan, adik-adiknya dimarah-marahi begitu.
Berhari-hari anak saya ini tidak mandi sampai badannya bau. Baunya mirip gelandangan yang tidak mandi berhari-hari itu. Menusuk hidung. Rambutnya saja sangat kusam dan lepek.
Saya suruh mandi, marah-marah. Kedua matanya terlihat sorot marah. Sambil marah-marah, dia masuk ke kamar mandi kamarnya.
Bukannya mandi, anak saya ini malah memukul-mukul air dengan gayung dengan sekuat tenaga. Airnya sampai menciprati wajahnya hingga basah. Seperti orang yang ketakutan terkena air. Saya sambil beristighfar menasihatinya.
Anak saya juga tidak mau berjumpa dengan teman-teman, meski itu teman segank sekalipun. Salah satu teman dekatnya, yang juga ikut berlibur akhir tahun bersama kami, saya minta datang ke rumah.
Maksud saya, kalau memang ada masalah, siapa tahu anak saya maunya hanya bercerita kepada temannya. Sekaligus mengorek lebih jauh apa sesungguhnya yang terjadi.
Sesampainya di rumah, anak saya memarahi kawannya itu. Saya bilang kepada kawannya untuk bersabar, karena sejatinya anak pertama saya itu, sebagaimana yang ia kenal, bukan tipe orang seperti itu. Memang bukan seperti anak saya.
Saya berpikir, ada yang salah dengan anak saya. Ini bukan seperti anak saya yang saya kenal. Jangan-jangan ada makhluk takkasat mata yang menempel di tubuh anak saya. Tapi kalau disuruh shalat mau.