Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tafsir Surat Al Ma'arij Ayat 36-44, Meraih SurgaNya Perlu Usaha

4 Oktober 2021   12:15 Diperbarui: 4 Oktober 2021   12:19 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kajian Islam Ahad Subuh (KISAH) masjid Al-Ihsan Permata Depok, Ahad (3/10/2021), melanjutkan tafsir surat Al Ma'arij, yang sempat tertunda karena PPKM level 4. Kali ini, mengupas ayat 36 hingga ayat terakhir, ayat 44. 

Adapun Al-Ma'arij artinya kedudukan yang tinggi atau derajat-derajat para penghuni surga. Ini adalah surat ke-70 yang berarti tempat naik yang diambil dari perkataan Al Ma'arij yang terdapat pada ayat ke 3 surat ini. 

Baca juga: Tafsir Surat Al Ma'arij Ayat 1-7, Azab Itu Begitu Dekat

Sebelum kajian dimulai, ustadz H. Dr. Ahmad Badrudin, Lc, MA Alhafidh membaca Alquran ayat-ayat tersebut bersama jamaah masjid usai shalat subuh berjamaah. Saya sendiri mengikuti kajian secara online.

Jika diartikan sebagai berikut ayat per ayat:
36, Maka mengapa orang-orang kafir itu datang bergegas ke hadapanmu (Muhammad)?
37, dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok?
38, Apakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk surga yang penuh kenikmatan?
39, tidak mungkin! Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui
40, Maka Aku bersumpah demi Tuhan yang mengatur tempat-tempat terbit dan terbenamnya (matahari, bulan dan bintang), sungguh, Kami pasti mampu,

Ayat 36-40 mengisah orang-orang musyirikin Mekkah berkumpul di sekitar kediaman Nabi SAW untuk mengikuti majelis beliau. Namun, tujuan mereka bukanlah untuk mencari kebenaran atau mengimani risalah yang dibawa oleh Nabi, tetapi bertujuan untuk mendustakannya dan mengolok-oloknya. 

Ketika Nabi Muhammad membaca Alquran orang-orang kafir itu mengelilingi Nabi dengan berkelompok-kelompok. Apa pun yang dilakukan Nabi Muhammad ini selalu menarik perhatian mereka. 

Itu sebabnya, mereka selalu ingin dekat. Sengaja datang. Bukan karena kagum atau menghayati Alquran melainkan untuk mengejek Nabi. Selalu menghalangi dakwah Nabi. Baik dengan mengolok-olok maupun dengan cara lainnya.

Mereka mengejek bahwa merekalah yang pantas masuk surga. Lalu Allah SWT menegaskan tidak mungkin orang-orang kufur tersebut bisa masuk ke dalam surga yang penuh kenikmatan abadi di dalamnya. 

Orang kafir Quraisy mengklaim perbuatan mereka adalah baik dan mengira akan masuk surga.  Pernyataan musyrikin Makkah ini jelas bertolak belakang. Dari awal mereka menolak adanya hari akhir, namun ketika Rasul saw menyampaikan bahwa kaum beriman akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat berupa kenikmatan surgawi, mereka menyanggah dan menyatakan mereka yang pertama akan memasukinya. 

Allah bersumpah demi tempat/waktu terbit dan tenggelam tersebut bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Sekali-kali tidak, selama mereka tidak mau beriman.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

41, untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan kami tidak dapat dikalahkan
42, Maka biarkanlah mereka tenggelam dan bermain-main (dalam kesesatan) sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka,
43, (yaitu) pada hari ketika mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-hala (sewaktu di dunia),
44, pandangan mereka tertunduk ke bawah diliputi kehinaan. Itulah hari yang diancamkan kepada mereka. 

Ayat 41-44 dari surah Al-Ma'arij menekankan Allah mampu menukar kaum kafir itu dengan generasi lain. Namun Allah membiarkan mereka tenggelam dalam kesesatan. Mereka pasti bertemu dengan hari kiamat dan akhirat yang dijanjikan yang selalu mereka ingkari itu dalam keadaan terhina. 

Jadi, biarkan saja mereka itu seperti yang mereka mau. Terpenting Nabi Muhammad SAW telah menyampaikan kebenaran. Adapun mereka yang tidak mau menerima dan bahkan mengolok-olok, nanti mereka bertemu dengan hari yang diancamkan pada mereka itu di hari pembalasan bersama berhala-berhala mereka.

Dalam konteks kekinian, ayat-ayat Alquran ini mengingatkan kita bahwa untuk meraih surga itu ada usaha yang sungguh-sungguh. Seperti halnya ketika kita ingin meraih dunia, kita pun melakukannya dengan kesungguhan hati.

Misalnya, untuk bisa menjadi PNS, kita harus melakukan serangkaian ujian. Agar ujian ini berhasil kita pun melakukan usaha dengan sungguh-sungguh. 

Kita belajar soal-soal tahun lalu, atau membaca hal-hal yang berkaitan dengan materi ujian. Saat ujian, bangun lebih pagi agar tidak terlambat. 

Atau, jika kita ingin mempunyai mobil, kita harus bekerja dulu dengan kerja yang lebih giat, mencari tambahan, menabung, menghemat, dan usaha-usaha lainnya sehingga akhirnya mampu memiliki mobil sendiri.

"Harus melalui usaha, berkeringat-keringat dulu. Ada pengorbanan. Jadi tidak mudah. Begitu pula jika ingin meraih surga. Kita juga perlu usaha untuk meraihnya. Misalnya, bagaimana dengan shalat kita, baik atau tidak? Tepat waktu atau tidak?" tuturnya.

Apa yang sudah kita korbankan untuk meraih surga? Jika sahabat-sahabat Rasul mengorbankan harta, waktu, dan tenaga hingga jiwa untuk Rasul dan Allah, bagaimana dengan kita?

Shalat ala kadarnya hanya memenuhi syarat wajib saja, itu pun dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa, sudah itu di akhir waktu. Bagaimana juha dengan infaq yang kita keluarkan, ala kadar juga? 

Kita tidak dilarang untuk menikmati kesenangan, semisal menonton bola, tapi jangan sampai melalaikan kita untuk beribadah. Jangan sampai kita larut dalam kesenangan duniawi itu. Yang tidak boleh itu jika sampai "tenggelam". 

"Mengharapkan surga itu tidak cukup dengan angan-angan tapi harus dibuktikan. Setidaknya bagaimana kita selalu menjalankan perintah-perintah Allah dan apa yang dilarang tidak kita langgar," tambahnya.

Allah juga mengingatkan kita untuk segera melakukan kebaikan-kebaikan jika kita melihat ada peluang untuk melakukan kebaikan tersebut. Bukan dengan menunda-nunda. 

Jika kita menunda-nunda maka orang lain yang akan bersegera melakukan kebaikan tersebut. Dan, orang lain tersebut yang akan mendapatkan pahala, bukan kita. 

Seperti yang Allah sampaikan bahwa Allah akan mengganti suatu kaum dengan kaum yang lebih baik. Nah, seperti itu jika kita menunda suatu kebaikan. Kalau bukan kita yang melakukan, ya orang lain.

Misalnya, di jalan kita lihat ada paku atau batu, kita segera singkirkan. Kita ambil paku atau batu itu, pindahkan ke tempat yang sekiranya tidak membuat orang celaka. 

Atau kita pungut sampah di jalan lalu buang ke tempat sampah. Kalau bukan kita yang mengerjakan, ya akan dikerjakan oleh orang lain. Yang mendapat pahala ya orang lain itu. 

"Kalau ada peluang untuk berbuat kebaikan, segera, agar dapat pahala, jangan sampai kita masbuk atau keduluan orang. Kesempatan hidup kita inilah yang terbaik, yang harus bisa kita gunakan untuk beramal soleh menjadi yang lebih baik," lanjutnya.

Masbuk dalam shalat berjamaah masih lebih baik. Kita masih mendapatkan pahala. Meski nilai pahalanya tentu saja tidak sama dengan orang yang mengikuti jamaah dari awal. 

Bagaimana jika masbuk saat imam sudah dalam posisi duduk tahiyat akhir? Jelas tidak bisa. Kita harus shalat sendiri dan tentu saja tidak ada pahala shalat berjamaah yang kita dapatkan. Meski niat berjamaah tetap dicatat sebagai pahala. 

"Orang beriman itu harus melihat peluang-peluang untuk berbuat kebaikan. Jadi kalau kita tidak beriman dan beramal saleh maka tidak mungkin kita akan mendapatkan surga Allah," kata ustadz lulusan S2 International Islamic University Islamabad jurusan Tafsir dan Ilmu Al-Qur'an (2012-2015) ini.

Bagi orang yang beriman dan beramal saleh, maka mereka akan mendapatkan anugerah kenikmatan yang tidak ada putus-putusnya.

Banyak dari umat manusia, yang terlena menikmati indahnya dunia, bisa merasakan berbagai kenikmatan duniawi sampai melanggar batas-batas yang dikehendaki agama. 

Tiba-tiba saja, tahu-tahu, tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, meninggal sebelum tersadar dan bertobat. Ini adalah akhir yang merugikan. 

Tentunya, kita tidak mau kan terjadi pada diri kita?

Maha Benar Allah dengan segala firmanNya.

Wallahu 'alam bisshowab

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun