Saya lantas beralih ke toko sepatu dan toko tas. Anak ketiga saya ingin dibelikan tas dan sepatu baru. Sepatu lama yang dibeli pada akhir tahun sudah terasa sempit, katanya.
Di sini, saya temui suasana toko juga ramai. Pemilik toko, pasangan suami isteri yang bernama Rafly dan Ida, mengaku baru ramai ya menjelang PTM terbatas ini. Sebelumnya sepi.
"Baru ramai karena sudah pada mau sekolah. Kemarin-kemarin mah sepi banget. Kan sudah banyak yang vaksin juga," kata Rafly yang telah berjualan di pasar ini selama 21 tahun.Â
Selama dua tahun masa pandemi, membuat keduanya tidak berani membeli barang baru untuk dijual. Lagi pula, pabrik dalam negeri banyak yang setop produksi. Yang bisa dilakukan ya dengan menghabiskan stok yang tersisa.Â
Sementara itu, barang-barang yang dijual saat ini, menurut pengakuannya, adalah produk-produk impor. Harganya juga jauh lebih murah daripada mendapatkannya di dalam negeri.
"Lagi pula bahan bakunya juga harus import, jadi ya mending sekalian import aja," kata Ida yang mengaku produk tas yang dijualnya model Korea yang lagi tren.
Ia bersyukur pelaksanaan PTM bisa kembali digelar, meski dengan kondisi terbatas. Kebijakan tersebut sangat dinantikan para pedagang seperti dirinya.
Setelah dilihat-lihat, si kecil akhirnya memilih tas yang menurut saya bagus juga modelnya. Lalu lanjut memilih sepatu untuk dua anak saya ini.Â
Selesai, lanjut beli jilbab. Yang jual bapak-bapak tua. Rambutnya sudah memutih semua. Berjualan di lapaknya yang sederhana, yang beratapkan terpal. Siang saat itu cukup terik. Jangan harap ada pendingin ruangan. Namanya juga di pasar, tradisional lagi.
Bapak tua ini mengaku, sejak adanya rencana pelaksanaan PTM terbatas, lapaknya selalu ramai dikunjungi pembeli setiap harinya. Terutama jilbab untuk pelajar, baik jilbab yang langsung jadi maupun yang segi empat.