Sejumlah pegawai terlihat kewalahan melayani pembeli. Tidak sedikit orangtua yang harus mengantre terlebih dahulu untuk bisa membeli seragam sekolah anaknya. Mayoritas pembeli mencari seragam untuk jenjang SD hingga SMP.
"Cari apa bu?" tanya pegawai toko.
"Mbak, atasan ukuran anak saya ada nggak?" tanya saya seraya menunjuk anak kedua saya.Â
Ia lalu memberikan seragam berukuran nomor 15. Setelah dicoba dan pas di tubuh, saya pun membayar seharga 65.000. Soal harga, katanya, masih menggunakan harga lama. Ramainya pembeli tidak lantas digunakan untuk menaikan harga.
Anak saya minta dibelikan rok biru juga, tapi saya bilang tanggung karena sebentar lagi lepas SMP.Â
Sepertinya, adanya PTMT membuat pasar kembali bergeliat. Antusiasme orangtua dan siswa menyambut kegiatan belajar di sekolah diakui atau tidak turut berdampak pada aktifitas pasar.Â
"Hari ini dari pagi sudah ramai. Alhamdulillah. Ya mungkin karena mau masuk sekolah kali yah. Sebelum-sebelumnya sih enggak kaya gini, karena pandemi juga kan," kata pegawai tersebut ketika saya tanya sejak kapan ini mulai ramai.
Dewi Syafrianis, tetangga jauh saya (tinggal di kompleks yang sama), yang saya temui di tempat yang sama, termasuk yang antusias. Ia beralasan membeli seragam baru untuk anak bungsunya yang SD karena besok sudah masuk sekolah.
Ia sangat mendukung PTM terbatas. Seperti halnya anak-anak yang lain, anaknya juga sudah bosan belajar di rumah. Lagi pula tidak efektif.Â
"Sarah semangat banget sekolah tatap muka. Biasanya Zoom. Sekarang senang bisa ketemu guru dan teman-teman," katanya.Â