Saya sih sebenarnya bukan tipe orang yang suka berutang. Sebisa mungkin saya jangan sampai meninggalkan jejak utang. Tidak ada dalam kamus hidup saya untuk berutang. Alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak punya utang.
Tetapi prinsip saya ini ternyata tidak "sejalan" dengan suami. Sudah dua tahun ini suami saya menjadi "nasabah" pinjaman online di salah satu fintech sebuah platform peer-to-peer lending online lokal yang menyediakan fasilitas pinjaman (kredit) tanpa agunan.Â
Ini menjadi satu-satunya aplikasi pinjol di hpnya. Bagaimana ceritanya?
Penyebabnya, saat suami mau pinjam uang saya, tidak saya kasih. Meski dijanjikan akan dibayar setiap bulan saat gajian, saya tetap tidak mau. Apalagi kebutuhannya bukan sesuatu yang urgen menurut saya. Sesuatu pemborosan (banget).
Jadilah, suami pinjam uang di pinjaman online. Waktu saya mendengar ini, saya sempat kaget dan shock. Terbayang cerita-cerita mengenai pinjaman online yang endingnya bikin tragis. Pinjam tidak seberapa, tagihannya berkali-kali lipat.
Saya jadi merasa bersalah. Ada perasaan tidak enak juga. Saya memastikan, apakah pinjol tersebut pinjol yang santer di berita-berita?
Suami menyakinkan saya bahwa pinjol tersebut bukan pinjol abal-abal. Mengapa suami begitu yakin, karena pinjol tersebut di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mendengar penjelasan ini saya mulai tenang.
"Pinjol yang abal-abal itu yang penawarannya lewat sms. Kalau yang Daddy kan ada web resminya, ada aplikasinya juga. Tapi jangan langsung main daftar, web mah bisa juga palsu. Lihat dulu apakah di bawah pengawasan OJK nggak?" kata suami.
Kalau ada situs resmi, ada aplikasinya, lalu setelah dicek ternyata benar berada di bawah pengawasan OJK, nah baru deh aman mendaftar.
Syaratnya juga mudah. Hanya KTP dan nomor rekening bank. Tidak ada agunan atau jaminan. Setelah disetujui baru deh bisa melakukan pinjaman di pinjol tersebut.