Saya jadi membayangkan berarti pagelaran musik kala itu alunan musiknya pasti juga begitu indah seperti yang dimainkan Trie Utami dan kawan-kawan musisi lainnya.Â
Saat alat musik itu dimainkan dan menciptakan irama, slSound of Borubudur pun menggema. Yang bisa jadi membuat tamu-tamu kerajaan terpesona dan terhipnotis seperti halnya saya dan hadirin lainnya.
Bukan hanya saya saja yang terpukau, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, yang juga berkesempatan membuka konferensi itu.
Menteri mengaku merinding mendengarkan lagu "Indonesia Pusaka" karya Ismail Marzuki, dimainkan para musisi dengan alat musik yang terpahat di relief Candi Borobudur.
"Merinding saya. Merinding banget. Di tengah pandemi kita bisa menghayati kekayaan luhur bangsa kita. Sungguh saya terharu," ungkap Sandi.
Menurut Sandiaga, Sound of Borobudur akan menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pusat musik dunia, tetapi juga pusat tradisi dunia. Bukan sekedar membunyikan ulang alat-alat musik yang ada pada tahun 700--800 Masehi, tetapi lebih dari itu.Â
Ajang ini juga dapat membangun sebuah gerakan bersama di tingkat dunia untuk menggali dan menghidupkan kembali jejak persaudaraan lintas bangsa yang diwariskan oleh leluhur Indonesia melalui musik.
Bagaimana dari Sound of Borobudur kita bisa menggali jejak persaudaraan lintas bangsa melalui musik. Lintas bangsa yang kala itu berelasi dengan kerajaan-kerajaan Nusantara dan dunia.
Dari orkestra "Sound of Borobudur" ini, terungkap bagaimana jejak peradaban Indonesia dan relasinya dengan seluruh pelosok dunia.Â
Bagi Sandiaga, Sound of Borobudur pun menjadi momentum yang tepat untuk menggali sumber pengetahuan dari Candi Borobudur. Menggaungkan kembali nilai-nilai universal yang terdapat pada reliefnya.
"Ternyata, nilai toleransi, menghargai keberagaman, persahabatan antarbangsa telah dijunjung leluhur kita. Kita perlu belajar dari sini," ucap Sandiaga.