Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

21 Mei 1998, Kenangan Saya dalam Gerakan Reformasi Mahasiswa

21 Mei 2021   18:38 Diperbarui: 21 Mei 2021   18:38 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi alumni IISIP angkatan 92. Saya berjilbab putih dan berpakaian serba putih

Hari ini, Jumat (21/5/2021), tepat 23 tahun gerakan reformasi mahasiswa berhasil melengserkan Presiden Soeharto yang selama 32 tahun berkuasa di negeri ini. Dan, bisa dibilang saya ikut menjadi bagian dari sejarah tersebut.

Ya, 23 tahun lalu saya ikut turun ke jalan bersama rekan-rekan mahasiswa sekampus, dan bergabung dengan mahasiswa lainnya. Bersama mahasiswa dari Universitas Pancasila, Universitas Nasional, saya ikut "long march". Saya masih bisa ikut berbaur dalam gerakan ini karena masa cuti kuliah saya setahun selesai.

Saya juga ikut berbaur dengan mahasiswa yang sudah berkumpul di gedung DPR/MPR meski saya tidak sampai "menginap" di sana. Menyaksikan kebersamaan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Indonesia secara langsung membuat jiwa saya ikut bergejolak.

Penolakan rezim Soeharto saat itu tidak tiba-tiba terjadi. Tetapi ada rentetan peristiwa sebelum pergerakan mahasiswa ini terjadi. Tindakan represi kekuasaan Orde Baru seperti penangkapan aktivis pro-demokrasi, pemenjaraan, penculikan, takurung menciptakan gerakan-gerakan bawah tanah.

Mahasiswa sudah terlalu muak dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dilakukan rezim Soeharto. Mahasiswa juga muak dengan sistem politik yang tersentralisasi oleh Golkar dan ABRI, hingga kebebasan berekspresi dan berpendapat dibungkam.

Ketika pada Mei 1997, Orde Baru menyelenggarakan Pemilu untuk kembali mengukuhkan kekuasaan Soeharto, gerakan rakyat dan mahasiswa mulai bergeliat dan merespon dengan lantang Pemilu 1997 dengan slogan 'Boikot Pemilu Orba dan Gulingkan Soeharto..!!', meski saat itu dalam kondisi yang begitu represif.

Meski demikian, Pemilihan Umum 1997 tetap bergulir. Pemilu ke-6 di masa Orde Baru itu seperti biasa Golkar sebagai pemenangnya dan itu berarti Soeharto kembali berkuasa.

Dokumentasi alumni IISIP angkatan 92. Saya berjilbab putih dan berpakaian serba putih
Dokumentasi alumni IISIP angkatan 92. Saya berjilbab putih dan berpakaian serba putih

Penolakan atas rezim ini kembali mencuat ketika MPR mengusulkan Soeharto kembali sebagai presiden periode ke-7. Universitas Gajah Mada (UGM) pada Februari 1998 pun melakukan jajak pendapat tentang usulan ini. Hasilnya sebanyak 90% mahasiswa menolak pencalonan tersebut. 

Namun ketika hasil jajak pendapat itu dipublikasikan, MPR tidak menanggapi usulan tersebut. Ketua DPR/MPR saat itu Harmoko, mengatakan sebanyak 70% rakyat masih mendukung Soeharto.

Pernyataan inilah yang akhirnya memicu elemen  mahasiswa mulai bereaksi keras. Setelah Sidang Umum MPR Maret 1998 berakhir, mahasiswa pun mulai bergerak. Ditambah pada saat itu terjadi krisis moneter menambah ketidakpuasan rakyat kepada rezim Soeharto.

Mahasiswa melakukan konsolidasi kekuatan dengan mahasiswa mulai dari Jakarta hingga ke daerah-daerah. Mimbar bebas begitu gencar dilakukan mahasiswa di Jakarta, yang juga diikuti elemen mahasiswa dari berbagai daerah. Saya pun sering bertemu dengan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) berbagai kampus di Jakarta.

Terbunuhnya empat mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 membuat gerakan mahasiswa semakin tidak terbendung. Keempatnya tewas tertembak yang berdasarkan ahli forensik peluru mengenai tempat mematikan di area tubuh seperti dahi, leher, punggung, dan dada. 

Peristiwa itu pun memicu terjadinya kerusuhan sosial pada 13-15 Mei 1998 di Jakarta dan di sejumlah titik. Saya juga sempat menyaksikan bagaimana peristiwa itu terjadi. Penjarahan di mana-mana. Api di mana-mana. Bahkan, ketika saya berada di dalam kereta, terjadi kebakaran hebat saat kereta melintasi dan api sampai menyambar gerbong.

Elang Mulia Lesmana (mahasiswa Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Arsitektur angkatan 1996), Hafidhin Royan (mahasiswa Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Arsitektur angkatan 1996), Hendriawan Sie (mahasiswa Fakultas Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin, angkatan 1995), dan Heri Hartanto (mahasiswa Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, angkatan 1996) pun hingga kini diingat sebagai pahlawan reformasi. Nama mereka diabadikan di kampus mereka dengan didirikan Museum Reformasi.

Dokumentasi alumni IISIP (Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) angkatan 92
Dokumentasi alumni IISIP (Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) angkatan 92
Puncak dari aksi mahasiswa 1998 adalah ketika puluhan ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR pada 18-23 Mei 1998. Awalnya, mahasiswa menuntut turunkan harga-harga kebutuhan pokok yang sejak Juli 1997 terus merangkak naik, juga menuntut MPR untuk tidak mencalonkan Soeharto sebagai presiden pada periode berikutnya.

Namun berhubung MPR tetap mencalonkan Soeharto sebagai presiden dan B.J Habibie sebagai wakil presiden, sehingga tuntutan mahasiswa menjadi lebih luas.

Agenda reformasi yang dituntut mahasiswa antara lain: mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, melaksanakan amandemen UUD 1945, menghapus dwifungsi ABRI, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, menegakkan supremasi hukum, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Rentetan dari peristiwa-peristiwa mengenaskan itu membuat Soeharto akhirnya tumbang. Dalam pidato Presiden Soeharto di Ruang Jepara, Istana Merdeka, 21 Mei 1998 menyatakan bahwa ia berhenti dari jabatannya sebagai Presiden RI dan menunjuk B.J Habibie sebagai pengantinya untuk melanjutkan sisa masa jabatan presiden/mandataris MPR 1998-2003.

Kini, 23 tahun berlalu, gerakan reformasi mahasiswa masih terus diperingati agar pemerintah dan berbagai pihak bisa menjadikannya pelajaran dan sejarah kelam itu jangan sampai terulang kembali.  

Gerakan mahasiswa juga harus belajar dari perjuangan gerakan mahasiswa pada masa sebelumnya. Harus bersikap tegas dan taktis dengan berbagai kajian.

Bagi saya, yang menjadi saksi peristiwa dan saksi pelaku dari sejarah reformasi Indonesia, peristiwa ini menjadi catatan sejarah yang bisa saya ceritakan kembali kepada anak-anak saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun