Mahasiswa melakukan konsolidasi kekuatan dengan mahasiswa mulai dari Jakarta hingga ke daerah-daerah. Mimbar bebas begitu gencar dilakukan mahasiswa di Jakarta, yang juga diikuti elemen mahasiswa dari berbagai daerah. Saya pun sering bertemu dengan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) berbagai kampus di Jakarta.
Terbunuhnya empat mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 membuat gerakan mahasiswa semakin tidak terbendung. Keempatnya tewas tertembak yang berdasarkan ahli forensik peluru mengenai tempat mematikan di area tubuh seperti dahi, leher, punggung, dan dada.Â
Peristiwa itu pun memicu terjadinya kerusuhan sosial pada 13-15 Mei 1998 di Jakarta dan di sejumlah titik. Saya juga sempat menyaksikan bagaimana peristiwa itu terjadi. Penjarahan di mana-mana. Api di mana-mana. Bahkan, ketika saya berada di dalam kereta, terjadi kebakaran hebat saat kereta melintasi dan api sampai menyambar gerbong.
Elang Mulia Lesmana (mahasiswa Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Arsitektur angkatan 1996), Hafidhin Royan (mahasiswa Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan, Jurusan Arsitektur angkatan 1996), Hendriawan Sie (mahasiswa Fakultas Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin, angkatan 1995), dan Heri Hartanto (mahasiswa Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, angkatan 1996) pun hingga kini diingat sebagai pahlawan reformasi. Nama mereka diabadikan di kampus mereka dengan didirikan Museum Reformasi.
Puncak dari aksi mahasiswa 1998 adalah ketika puluhan ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR pada 18-23 Mei 1998. Awalnya, mahasiswa menuntut turunkan harga-harga kebutuhan pokok yang sejak Juli 1997 terus merangkak naik, juga menuntut MPR untuk tidak mencalonkan Soeharto sebagai presiden pada periode berikutnya.
Namun berhubung MPR tetap mencalonkan Soeharto sebagai presiden dan B.J Habibie sebagai wakil presiden, sehingga tuntutan mahasiswa menjadi lebih luas.
Agenda reformasi yang dituntut mahasiswa antara lain: mengadili Soeharto dan kroni-kroninya, melaksanakan amandemen UUD 1945, menghapus dwifungsi ABRI, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, menegakkan supremasi hukum, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Rentetan dari peristiwa-peristiwa mengenaskan itu membuat Soeharto akhirnya tumbang. Dalam pidato Presiden Soeharto di Ruang Jepara, Istana Merdeka, 21 Mei 1998 menyatakan bahwa ia berhenti dari jabatannya sebagai Presiden RI dan menunjuk B.J Habibie sebagai pengantinya untuk melanjutkan sisa masa jabatan presiden/mandataris MPR 1998-2003.
Kini, 23 tahun berlalu, gerakan reformasi mahasiswa masih terus diperingati agar pemerintah dan berbagai pihak bisa menjadikannya pelajaran dan sejarah kelam itu jangan sampai terulang kembali. Â
Gerakan mahasiswa juga harus belajar dari perjuangan gerakan mahasiswa pada masa sebelumnya. Harus bersikap tegas dan taktis dengan berbagai kajian.
Bagi saya, yang menjadi saksi peristiwa dan saksi pelaku dari sejarah reformasi Indonesia, peristiwa ini menjadi catatan sejarah yang bisa saya ceritakan kembali kepada anak-anak saya.