Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Ujian Sekolah 2021, Saya yang Deg-degan

19 April 2021   13:18 Diperbarui: 20 April 2021   05:43 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siswa SMP N 1 Kudus mengikuti Ujian Sekolah secara tatap muka pada Senin, (19/4/2021). (Dokumentasi: Tribun Jateng/ Yunan)

Hari ini, Senin (19/4/2021), anak pertama saya yang duduk di kelas IX di SMPN Kota Depok, Jawa Barat, mulai Ujian Sekolah (US). Saya pun membangunkannya jam 7 mengingat US dimulai pukul 7.30 pagi.

Habis shalat subuh anak saya tidur lagi. Padahal, saya sudah mengingatkan untuk tidak tidur lagi karena hari ini US. Saya minta anak saya untuk belajar. Tapi, ya itu, tidur juga.

"Kak, bangun, ayo siap-siap Ujian Sekolah. Jangan lupa pakai seragam. Bermimpilah setinggi mungkin, tapi sebelum itu kakak harus bersungguh-sungguh mengerjakan ujian. Habis itu, baru deh lanjut bermimpi," kata saya.

Anak saya pun bersegera tanpa mandi, hanya cuci muka, lalu pakai seragam. Lima belas menit sebelum ujian, siswa sudah harus sudah siap. Anak saya pun siap dengan handphonenya.

Ada dua matapelajaran yang menjadi US hari pertama ini, yaitu Pendidikan Agama serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Dari seminggu lalu pihak wali kelas sudah menginformasikan mengenai US ini melalui grup. Disampaikan pula US menjadi salah satu indikator utama kelulusan bagi peserta didik.

Orangtua pun diminta untuk memastikan anak mengikuti US dengan memakai seragam. Orangtua juga diminta memotret anak dan dikirimkan ke wali kelas.

US ini berlangsung selama 6 hari -- Senin, Selasa (Bahasa Indonesia - PJOK), Rabu (Bahasa Inggris - Seni Budaya), Kamis (Matematika - Prakarya), Jumat (IPS - Basa Sunda), Sabtu (IPA).

Anak sedang ujian sekolah (Dokumen pribadi)
Anak sedang ujian sekolah (Dokumen pribadi)

Ujian dilakukan secara virtual melalui sistem yang dibuat pihak sekolah. Setiap murid diberikan user, password, dan token agar bisa mengikuti US. Tanpa ini, anak tidak bisa masuk ke dalam sistem.

Adanya sistem yang dikembangkan sejak tahun lalu ini -- pengganti google class room, bagian dari program smartschool sekolah anak saya, yang dikembangkan sendiri oleh pihak sekolah.

Sebelum ujian mulai saya meminta anak saya untuk berdoa terlebih dulu agar bisa mengerjakan soal US dengan baik dan benar. 

Saya ingatkan, US ini adalah pengganti UN, yang menentukan lulus tidaknya dari SMP.

Ujian Sekolah adalah kegiatan penilaian dalam bentuk ujian tulis dan/atau praktik untuk mengetahui pencapaian standar kompetensi lulusan pada semua mata pelajaran. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Ujian Sekolah.

Ujian Sekolah ini sebagaimana diberitakan adalah pengganti Ujian Negara (UN). Alasannya karena saat ini pandemi Covid-19 masih belum juga membaik. Maka, US pun dipilih untuk memutus rantai penularan virus Corona, agar murid pun tetap terjamin keselamatan dan kesehatannya.

Terkait hal ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sudah menerbitkan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksanaan Ujian Sekolah dalam masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Dengan ditiadakannya UN dan Ujian Kesetaraan, maka UN dan Ujian Kesetaraan tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Yang menjadi penentu kelulusan adalah Ujian Sekolah, pengerjaan tugas-tugas, ujian harian, dan perilaku.

Itu sebabnya, saya selalu mengingatkan anak saya untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Kalau tidak mengerti tugasnya bertanyalah pada guru mata pelajaran.

"Jangan dianggap sepele ya kak. Ini ikut menentukan nasib kelulusan kakak. Nggak mau kan kalau harus ngulang," kata saya.

Terus terang, Ujian Sekolah ini membuat saya cukup deg-degan juga mengingat hampir setahun lebih ini pembelajaran dilakukan secara daring.

Maklum saja, belajar secara daring memang membosankan terlebih jika tidak ada interaksi dua arah seperti dalam tatap muka. Nah, saya harus bisa terus memotivasi anak saya untuk giat belajar.

"Ini demi masa depan kakak. Perjalanan hidup kakak masih panjang yang harus dijalani dengan penuh semangat," kata saya bagaikan seorang motivator.

Saya juga bilang yang menentukan lulus atau tidaknya siswa, ya pihak sekolah. Nanti sekolah yang menilai, bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran di sekolah. Jadi, kelulusan tidak hanya ditentukan oleh nilai US tetapi juga nilai tugas-tugas, dan perilaku.

Perilaku atau karakter menjadi indikator penting dalam penilaian karena di bagian awal Permendikbud ditegaskan tujuan sistem pendidikan harus mendorong tumbuhnya praktik belajar-mengajar yang menumbuhkan daya nalar dan karakter peserta didik secara utuh.

Dalam surat itu tertulis bukti kelulusan dikembalikan pada rapor per semester, dengan disertai keterangan baik dari peserta didik serta melalui nilai ujian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan.

Meski UN ditiadakan dan diganti dengan US, saya sebagai orangtua tetap saja ketar ketir. Mengingat pembelajaran daring yang saya amati tidak cukup efektif. Anak kurang memahami pelajaran dengan baik yang akan berdampak pada penurunan capaian belajar.

Setidaknya terlihat dari beberapa kali laporan masuk dari wali kelas mengenai tugas-tugas yang belum dikerjakan siswa. Hampir sebagian besar siswa di kelas anak saya belum mengerjakan tugas dari guru mapel, termasuk anak saya di dalamnya.  

Keterbatasan interaksi saat belajar secara online bisa membuat anak kesulitan untuk memahami penjelasan yang dipaparkan oleh guru. Terkadang anak saya juga sungkan atau ragu untuk bertanya, atau bahkan tidak berani.

Saya melihat ada tekanan psikologis pada anak, terlebih ini sudah memasuki tahun kedua pembelajaran jarak jauh. Lantaran minimnya interaksi dengan guru, teman, dan lingkungan, anak bisa saja stres.

Bertanya pada orangtua kan belum tentu seperti yang disampaikan guru. Terlebih perbedaan kurikulum antara generasi saya dan generasi anak saya.

Memang sih ada alat ajar yang dibagikan sekolah untuk anak pelajari di rumah. Tapi karena belajar sendiri, jadi anak malas menyentuh alat ajar itu, dan terkadang bertanya pada saya.

"Kak, itu kan ada alat ajar. Dipelajari saja dari sana. Bunda udah bela-belain lho ambil di sekolah buat kakak belajar," kata saya, eh anak saya cuma nyengir saja.

Bagi sebagian anak, belajar di rumah secara online dianggap lebih susah dan tidak menarik daripada belajar langsung di sekolah. Ini bisa membuat anak jadi enggan untuk mengerjakan tugas yang diberikan.

Belajar daring juga membuat anak terpapar gadget lebih sering. Ya meski dilakukan di luar jam belajar, tetap saya harus terus mengingatkan untuk membatasi pemakaian gadget.

"Kalau Bunda mah, kerjanya memang di HP. Seminar di HP, ngetik di HP, rapat di HP, ngaji di HP, ikut kajian di HP," kata saya.

Saya berharap anak saya mampu melaksanakan ujian ini dengan baik dan lancar. Setidaknya di hari pertama ini, wali kelas menyampaikan setelah "diintip" nilai anak-anak di kelas ini cukup bagus.

Alhamdulillah... Semoga demikian hingga akhir US.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun