Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tidak Hanya Perempuan dalam Pusaran Terorisme, Siapapun Bisa Terpapar

8 April 2021   10:35 Diperbarui: 8 April 2021   10:40 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemaparan Brigjen Ahmad Nurwakhid (dokumen pribadi)

Maret lalu kita dikejutkan oleh dua peristiwa yang mengganggu keamanan nasional. Pertama, peristiwa "bom bunuh diri" di gerbang Gereja Kathedral, Makassar, Sulawesi Selatan, pada 28 Maret 2021. Kedua, aksi "penyerangan" Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta pada 31 Maret 2021.

Mirisnya pelaku kedua aksi tersebut melibatkan perempuan dan masih berusia muda. Apakah ini mengindikasikan perempuan rentan terpapar paham radikal terorisme? Mengapa mereka bisa begitu rentan?

Sebenarnya, penyebaran paham radikal terorisme tak selalu menyasar masyarakat biasa. Karena ternyata, pegawai lembaga negara, kementerian, bahkan aparat keamanan pun tak luput dari pengaruh paham negatif ini. 

Jadi, siapa pun bisa terpapar. Ya polisi, ya TNI. Jangan dikira tidak bisa terkena paham seperti ini. Aparat keamanan ini saja yang sudah jelas-jelas mendalami karakter Pancasila, bisa saja terpengaruh, bagaimana dengan mereka yang warga sipil?

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Setidaknya hal ini pernah juga dialami oleh Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Brigjen R Ahmad Nurwakhid, jauh sebelum Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Saya saja yang jelas-jelas paham nilai-nilai Pancasila pernah terpapar paham radikal hingga hampir membuat saya berangkat ke Afganistan waktu itu," ungkap Ahmad Nurwakhid saat berbicara dalam Media Talk tentang 'Perlindungan Perempuan dari Paham Terorisme dan Ekstremisme', yang diadakan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) secara daring, Rabu (7/4/2021).

Pada sekitar 1995-1996, pemerintah saat itu belum mewaspadai soal terorisme. Lalu setelah peristiwa bom Bali pada 2002, negara baru memiliki UU Terorisme sehingga ia mulai berpaling dari paham radikal. Ia pun mulai sadar dan menjalan nilai-nilai Islam yang kaffah.

"Yang tadinya Islam dipahami sebagai iman Islam dan jihad, iman Islam dan khilafah, jadi tergantikan secara benar, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Iman, Islam, dan akhlakul kharimah atau iman, Islam, dan spiritual. Islam yang dipahami benar ya begitu," tandasnya. 

Ia menjelaskan, radikalisme adalah suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara kekerasan.

Sementara terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dan dapat menimbulkan korban yang bersifat massal.

Menurutnya, pemicu munculnya radikalisme dan terorisme adalah politisasi agama, pemahaman agama yang menyimpang, intoleransi, kemiskinan dan kebodohan, kesenjangan dan ketidakadilan, sistem politik dan hukum lemah, serta kondisi mental psikologi.

Pemaparan Brigjen Ahmad Nurwakhid (dokumen pribadi)
Pemaparan Brigjen Ahmad Nurwakhid (dokumen pribadi)
Dalam pemaparannya, ia menyampaikan potensi radikal bisa meliputi semua agama, sekte, kelompok maupun individu manusia, baik yang berstatus sebagai ASN, TNI, Polri, dan seluruh elemen masyarakat.

Berdasarkan hasil riset Alvara Centre dan Mata Air Foundation sebanyak 23,4 persen mahasiswa setuju jihad untuk khilafah, sebanyak 18,1 persen pegawai swasta tidak setuju Pancasila, sebanyak 9,1 persen pegawai BUMN tidak setuju Pancasila, sebanyak 23,3 pelajar SMA setuju jihad untuk khilafah, dan 19,4 persen PNS tidak setuju Pancasila.

Birgjen. Pol. Akhmad Nurwakhid tidak menampik adanya kecenderungan perempuan yang rentan terpapar ideologi radikalisme. "Seseorang dapat terpapar radikalisme secara cepat itu relatif, tapi perempuan lebih cepat dan kecenderungannya lebih sulit untuk di deradikalisasi," tegasnya.

Hasil riset BNPT pada Februari lalu menyatakan sepanjang 2020 persentase perempuan yang terpapar paham radikalisme mencapai 12,3 persen sedangkan laki-laki 12,1 persen. Selain itu, kalangan urban, generasi Z dan milenial, serta aktif di internet juga berpotensi terpapar paham radikalisme dibandingkan yang lain.

Akhmad juga menuturkan setiap orang punya potensi untuk terpapar ekstremisme dan terorisme. Tidak terikat pada jenis kelamin, latar belakang, suku, agama, ras bahkan latar belakang pendidikan maupun kadar tingkat intelektualitas. 

Namun, yang pasti ideologi yang radikal menjadi akar utamanya. Ia tidak sependapat dengan faktor ekonomi atau kemiskinan yang menyebabkan seseorang terpapar paham radikal terorisme.

"Logikanya, kalau faktor penyebab utamanya karena kemiskinan, mengapa kelompok masyarakat miskin banyak juga yang tidak terpapar paham radikal. Mereka lurus-lurus saja jalannya. Jadi, menurut saya, faktor utama karena pemahaman ideologi yang radikal," katanya.

Potensi radikal yang dimiliki seseorang dapat menjadi niat atau motif radikal yang mengarah pada aksi terorisme, dan ekstremisme ketika dipicu oleh beberapa faktor dan adanya momen. Misalnya, ada anggota keluarga yang memiliki paham radikalisme apalagi oleh ibu atau orang tua. 

"Karenanya, ini harus kita jadikan musuh dan tanggung jawab bersama, sehingga kita harus bersatu bersama-sama di dalam pencegahan penanggulangan radikalisme dan terorisme," tutur Akhmad.

Pemaparan Valentina Gintings (Dokumen pribadi)
Pemaparan Valentina Gintings (Dokumen pribadi)
Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA, Valentina Gintings, yang juga menjadi pembicara mengatakan, isu perempuan masuk ke dalam terorisme dan ekstremisme bukan hal baru. Ada titik lemah perempuan yang  bisa disusupi para teroris, yang paham cara mempengaruhinya. 

Valentina menuturkan perempuan dan anak dapat berada dalam 3 posisi pada pusaran terorisme -- sebagai kelompok rentan terpapar, korban, dan pelaku. Ada beberapa faktor penyebab perempuan rentan dilibatkan dalam aksi terorisme, yaitu karena faktor budaya patriarki, ekonomi, dan akses informasi.

Budaya patriarki membuat perempuan harus nurut pada suami dan ikut apa yang dikatakan suami. Kemudian, ketergantungan perempuan kepada suami dari sisi ekonomi, karena tidak punya pegangan dari segi ekonomi jadi apa pun yang dikatakan suami ya mereka ikut saja. 

"Perempuan yang berada dalam ruang lingkup yang kecil juga terkadang tidak mendapat informasi yang luas terkait radikalisme sehingga mereka gampang dipengaruhi. Ini hanya sebagian faktor-faktornya," jelas Valentina.

Faktor sosial, perbedaan pola pikir, dan adanya doktrin dari keluarga atau lingkungan sekitar, serta karakteristik perempuan yang memiliki perasaan lebih sensitif dan emosi yang labil juga disebut Valentina sebagai faktor penyebab lainnya.

Ia menambahkan kerentanan dan ketidaktahuan perempuan juga turut menjadi sasaran masuknya pemahaman dan ideologi menyimpang, sehingga mereka kerap dimanfaatkan dalam aksi radikalisme dan terorisme.

Kemen PPPA sendiri fokus pada upaya pencegahan, agar perempuan tidak mudah terpapar radikalisme dan kekerasan ekstremisme yang mengarah pada terorisme. Yaitu, dengan melakukan pendekatan perempuan sebagai ibu. 

Menurutnya, ketahanan keluarga dan strategi komunikasi yang baik, sangat dibutuhkan sebagai pondasi dan filter dalam pengasuhan anak di keluarga. Peran perempuan sebagai ibu sangat strategis dalam mentransmisikan ideologi radikal. 

"Jadi perlu mempersiapkan keluarga-keluarga agar lebih baik lagi dan ketahanan keluarga menjadi penting. Kita juga akan melakukan gerakan Perempuan Pelopor Perdamaian. Ini akan kita aktivasi lagi dan mudah-mudahan proses pencegahannya ini bisa jauh lebih kuat tentunya bekerja sama dengan BNPT," ungkap Valentina.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sementara itu, Ketua Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Amany Lubis, merasa prihatinan terhadap perempuan yang terlibat dalam aksi terorisme. Adanya kejadian itu membuktikan wawasan keagamaan di kalangan perempuan masih perlu terus dibimbing dan diluruskan.

"Aksi terorisme oleh perempuan atau siapa saja, seharusnya tidak boleh terjadi jika saja mereka memiliki pemahaman keagamaan yang utuh dan menyeluruh. Sebab, dalam agama apa pun aksi terorisme itu sama sekali tidak dibenarkan, karena bukan bagian dari ajaran agama," tandas Rektor UIN Jakarta, ini.

Sesuai fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme, MUI menegaskan segala tindakan teror yang menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat hukumnya haram. 

Sebagaimana hal itu tertuang dalam surat An Nisa ayat 29-30, yang artinya "Islam mengharamkan bunuh diri dengan cara apapun dan dengan alasan apapun. Tidak ada balasan kelak di akhirat kecuali neraka". 

Yang juga tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 195, yang artinya "Islam mengharamkan tindakan yang bersifat menakut-nakuti orang muslim lainnya dengan cara apapun, seperti dengan mengacungkan senjata tajam"

Dalam hadist juga disebutkan, "Rasulullah SAW bersabda, 'Janganlah salah seorang kalian mengarahkan (mengacungkan) senjata ke saudaranya karena ia tidak tahu bisa jadi setan mencabut senjata itu dari tangannya sehingga ia jatuh ke lubang neraka" (HR Bukhari dan Muslim)

Karenanya, ia meminta kita harus selalu mengingatkan diri kita, lingkungan kita, masyarakat kita semua agar selalu waspada. Aksi kekerasan, apa pun bentuknya tidak ada dasarnya dalam agama. 

"Baik itu relasi gender, maupun relasi rakyat dengan negara, relasi apa pun kalau itu kekerasan tidak dibenarkan dalam agama. Solusinya, kita harus meningkatkan kebersamaan kita,"  ujar Prof. Amany.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun