Â
Bicara soal ajaran sesat, saya jadi teringat dengan ajaran Lia Eden.
Akhirnya, setelah beberapa kali diberi surat panggilan yang tidak diindahkan, pada 28 Desember 2005 polisi menangkap pemimpin sekte Kerajaan Tuhan (God's Kingdom Eden) Lia Aminudin yang mentasbihkan diri sebagai Lia Eden.
Lia Eden ditangkap atas dugaan penodaan agama, menghasut, dan mengajak masyarakat untuk mengikuti ajarannya. Ia mengaku mendapat wahyu dari Malaikat Jibril dan mengklaim diri sebagai Imam Mahdi.
Penangkapan Lia Eden berawal dari laporan warga sekitar yang resah atas kegiatan tersebut. Dan, penangkapan ini pun menjadi perbincangan masyarakat.
Jauh sebelum itu, Lia bikin heboh karena  mengklaim dirinya telah mendapat wahyu dari Malaikat Jibril. Itu terjadi pada 1997. Atas wahyu itu, Lia mempelajari berbagai agama.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 22 Desember 1997 lantas mengeluarkan fatwa sesat terhadap pengakuan Lia yang menerima wahyu dari Malaikat Jibril. Apa yang disampaikan Lia bertentangan dengan isi Alquran yang menyatakan tak akan ada lagi Rasul setelah Nabi Muhammad SAW.
Pada 1998, Lia yang terlahir beragama Islam mempelajari agama Kristen. Lia juga memahami reinkarnasi dari ajaran Hindu, mengklaim diri sebagai titisan Bunda Maria sekaligus menyatakan putranya, Ahmad Mukti, sebagai Yesus Kristus.
Akhirnya, Lia Eden menjalani masa hukuman sesuai vonis pengadilan selama 2,5 tahun dan ditahan di Lapas Wanita Tangerang. Dia dibebaskan pada 30 Oktober 2007. Tetapi Lia Eden kembali ditangkap polisi pada 15 Desember 2008 karena kasus yang sama.
Setelah bebas dari Rutan Pondok Bambu, para pengikutnya tetap menganggap Lia Aminuddin sebagai penyampai wahyu dari Malaikat Jibril Ruhul Qudus. Mereka juga masih mempercayai keyakinannya bahwa Lia adalah titisan Maryam, ibu Nabi Isa yang membawa wahyu dari Tuhan melalui Malaikat Jibril.
Saya sendiri mengenal Lia Eden ketika masih bernama Lia Aminuddin (terlahir dengan nama asli Syamsuriati). Aminuddin sendiri diambil dari nama suaminya. Yang  juga menjadi pengikut Lia Eden.
Dia relasi saya. Sebelum dia menjelma menjadi Lia Eden, dia adalah sosok perempuan ibu rumah tangga pada umumnya.
Meski pendidikannya hanya sampai jenjang SMA, dia memiliki profesi perangkai bunga kering. Kemahirannya ini membawanya memiliki program acara khusus mengenai merangkai bunga di TVRI pada tahun 1980an.
Â
Ia juga beberapa kali menggelar pameran rangkaian bunga yang sering dihadiri oleh kalangan istana, terutama Ibu Tien Soeharto. Sering memberikan pelatihan merangkai bunga di lapas perempuan.
Lia juga sempat mendapat beberapa penghargaan baik nasional maupun internasional. Salah satunya adalah penghargaan Upakarti dari pemerintah.
Ia pernah juga dipilih sebagai salah seorang tokoh Wanita Indonesia oleh KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) dan Menteri Urusan Peranan Wanita.
Dari sinilah saya mulai mengenalnya mengingat pekerjaan saya berelasi dengan banyak profesi. Kalau tidak salah sekitar tahun 1996 (saya mulai bekerja pada Juli 1994).
Rumahnya yang di Jalan Mahoni, Bungur, Senen, Jakarta Pusat, yang tertata asri dan dihiasi bunga warna warni. Di dalam rumahnya dipenuhi rangkaian bunga hasil kreasinya.
Ada yang diberi bingkai, ada juga yang diberi pot unik, ada yang digantung di dinding, ada juga ditata di meja. Beberapa kali saya ke rumahnya, dan beberapa kali juga saya sering dibawakan hasil karyanya itu.
Lia juga seorang penyair. Ia kerap tampil membacakan puisi-puisi karyanya di berbagai kesempatan. Beberapa kali dia mengundang saya ke acara pementasannya. Seingat saya, terakhir itu di Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Dalam beberapa kesempatan saya juga sering dihadiahi buku-buku puisi karyanya, yang entah sekarang ada di mana.
Suatu ketika saya diminta datang ke rumah ibu empat anak ini. Saya menyanggupi mengingat dia adalah relasi saya. Dalam benak saya paling juga ingin memperlihatkan buku puisi terbarunya.
Tapi ternyata, ia mengajak saya untuk ikut bergabung dalam pengajian yang dibentuknya. Yang namanya pengajian dalam benak saya ya mengkaji Islam, seperti pengajian yang biasa saya ikuti.
Jadi, di sore itu saya ikuti. Di  situlah, Lia menyampaikan dirinya adalah utusan Tuhan. Dia mengaku baru saja menerima wahyu dari Malaikat Jibril. Terdengar suara para pengikutnya yang takjub.
Saya penasaran, kok ada ya yang bisa-bisanya mengaku utusan tuhan dan mendapatkan bisikan dari malaikat Jibril. Ya ini sih di luar logika saya. Tidak sesuai dengan apa yang saya yakini.
Dalam keremangan cahaya karena lampu dimatikan, para pengikutnya terdengar riuh ketika Lia Eden dengan baju kebesarannya bisa duduk melayang dengan kaki posisi bersila. Tangannya menggenggam tongkat kerajaannya.
Karena penasaran, saya beranjak ke depan, ingin memastikan apa yang terlihat. Ya memang sih yang terlihat seperti itu, tapi tetap saja saya meragukannya. Tidak konek dengan logika saya.
Para pengikutnya diminta diam karena Lia Eden tengah mendapatkan bisikan wahyu akan menyampai risalah-risalah. Lia lalu membimbing para pengikutnya dalam menerima wahyu yang telah didapatkannya itu.
Dalam suatu kesempatan yang lain yang masih mengikuti "kajiannya" karena penasaran. Setelah didapati semakin ke sini, semakin tidak jelas, saya memutuskan tidak ke sini lagi.
Syukurlah, tidak adanya paksaan untuk mengikuti ajaran ini sehingga memudahkan saya pergi begitu saja. Dan, sejak itu saya sudah tidak berkomunikasi lagi dengan Lia Aminuddin.
Ajaran ini, menurut saya, jelas menyimpang. Terlebih beberapa ajarannya menyatakan shalat dalam dua bahasa sah (seiring waktu tidak ada lagi shalat, adanya ritual doa-doa dan puji-pujian), mengadakan ritual penyucian seperti menggunduli kepala dan membakar tubuh.
Herannya, kok pengikutnya percaya saja ya. Termasuk kawan kantor saya, dan kawan saya yang lain. Keduanya laki-laki. Padahal dua kawan saya ini pemahaman agamanya tidak dangkal juga. Mau-mau saja lagi kepalanya digundul, alisnya dibakar. Katanya sih sebagai bentuk penyucian diri.
Kawan saya bilang kalau dibakar tidak terasa sakit berarti sudah tidak ada dosa di dalam diri. Kalau terasa sakit berarti ada dosa yang belum diakuinya.
Saya tanya kawan saya, kok mau-maunya jadi pengikut Lia Eden? Kawan saya ini memang lebih berelasi dengan kalangan seniman dan artis. Jadi, dia mengenal Lia awalnya karena pekerjaan. Kawan saya ini percaya saja kalau Lia sang Imam Mahdi.
Meski sudah saya sampaikan argumentasi saya, kawan saya tetap pada pendiriannya. Ia tetap mengikuti ajaran-ajaran Lia Eden. Entah bagaimana kabarnya sekarang, apakah masih jadi pengikutnya? Sejak saat itu, saya kehilangan kontak soalnya.
Meski sudah dinyatakan sesat, ajaran Lia Eden dengan Kerajaan Tuhan-nya masih tetap ada. Komunitas eden ini masih gencar menyebarkan agama mereka yang dibagikan dalam berbagai media sosialnya.
Setidaknya, terlihat dari tayangan di channel Youtube "Eden the Heaven". Yang terbaru tayangan 1 tahun lalu ketika Lia Eden merayakan hari ulang tahunnya yang ke-70.
Semoga saja tidak ada yang mengikuti ajarannya ini mengingat ajaran ini tengah "berjuang" untuk menghapus semua agama, dan hanya ada satu agama
Catatan: diolah dari berbagai sumber dan pengalaman pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H