Umbi porang ternyata memiliki nilai yang cukup tinggi. Banyak kandungan yang dimiliki Porang dan bisa dimanfaatkan, membuat Porang memiliki nilai jual yang cukup tinggi baik di dalam ataupun di luar negeri.
Banyak negara seperti Jepang, Taiwan, dan Korea, mengolah umbi porang menjadi sumber makanan, yang didapatnya salah satunya dari Indonesia.
Selama ini pasokan porang dipenuhi dari pedagang kecil yang mengumpulkan umbi yang tumbuh liar di hutan atau di sekitar perkebunan sehingga lama-kelamaan akan habis jika tidak ada upaya dibudidayakan.
Sambil bercocok tanam Porang, Paidi terus belajar melalui internet, cara terbaik mengembangkan tanaman porang. Hingga sampai suatu saat ia merancang program yang disebutnya revolusi pola tanam baru.
Dengan cara seperti ini mengubah cara tanam lama menjadi tanam baru. Bukan hanya ditanam saja, namun dipelihara, dijaga sampai panen selama 2 tahun.
Dengan revolusi pola tanam baru yang dikembangkan Paidi, umbi porang yang dihasilkan jauh lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan dengan penanaman di bawah tegakan.
"Dengan mengikuti revolusi pola tanam baru, petani bisa memanen porang per hektar dengan keuntungan hingga Rp 800 juta," kata Paidi sambil menunjukkan lembaran kertas yang berisi laporan keuangan petani binaannya.
Keberhasilan Paidi mengembangkan porang tidak dinikmatinya sendiri. Ia juga membagikannya kepada banyak orang. Tidak sekedar berhasil mengangkat derajat hidup petani-petani desa yang telah mengikutinya, budidaya porang telah mengantarkan desa Kepel Kabupaten Madiun menjadi 3 desa terbaik di Indonesia pada 2020 dalam program pemberdayaan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H