Salah satu ikhtiar mengatasi pernikahan anak adalah dengan mendorong pendewasaan usia perkawinan. Dengan cara, meningkatkan edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya kesiapan fisik, mental, spiritual, sosial-budaya, dan ekonomi dalam perkawinan agar tercipta perkawinan yang berkualitas, bahagia, dan kekal.Â
"Pernikahan akan menanggung sebuah kehidupan yang harapannya melahirkan sebuah masyarakat unit-unit rumah tangga yang berkualitas. Dari unit-unit rumah tangga itulah terbentuk sebuah masyarakat. Maka kalau masyarakatnya berkualitas, maka lahirlah sebuah umat, bangsa, umat dan negara yang juga berkualitas," katanya.Â
Menteri PPPA Bintang Puspayoga, yang hadir dalam deklarasi tersebut, mengungkapkan, di masa pandemi Covid-19, Â perkawinan anak justru semakin meningkat. Data dari Ditjen Badan Peradilan Agama Mahkaman Agung, membuatnya cukup mencengangkan.
"Berdasarkan data itu, dispensasi nikah anak pada 2020 yang dikabulkan melonjak 300 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2019 tercatat hanya 23.126 dispensasi. Selanjutnya di tahun 2020 tercatat sebanyak 64.211 dispensasi," ungkapnya.
Studi yang dilakukan Koalisi 18+ tentang dispensasi perkawinan mengungkapkan bahwa 98% orang tua menikahkan anaknya karena anak dianggap sudah berpacaran atau bertunangan. Sementara itu, 89% hakim mengatakan bahwa pengabulan permohonan dispensasi dilakukan untuk menanggapi kekhawatiran orang tua.
"Kegiatan ini  sebagai upaya penyelamatan anak bangsa yang terjebak dan terabaikan dalam perlindungan anak. Salah satunya terkait praktek perkawinan anak yang saat ini sangat memprihatinkan. Sinergi yang dapat memperjuangkan 84,4 juta anak-anak kita atau sepertiga dari total penduduk Indonesia agar mereka terpenuhi hak-haknya dan terlindungi," ujar Bintang.
Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan, selain peran pemerintah, perlu juga upaya dari lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memecahkan masalah perkawinan anak. Salah satu upaya yang perlu dilakukan, yaitu dengan menetapkan fatwa terkait perkawinan anak.Â
Pemerintah, katanya, tidak bisa memecahkan masalah nasional ini sendiri. Perkawinan anak perlu fatwa dari MUI sebagai perkawinan yang tidak sesuai dengan syariat nikah. Karena, sesuai ajaran agama setiap pernikahan hendaknya membawa kemaslahatan bagi laki-laki dan perempuan yang menikah, maupun bagi kedua keluarganya.
"Tujuan pernikahan adalah menciptakan keluarga sakinah dan memperoleh keturunan yang baik serta sehat. Kondisi tersebut, bisa tercapai pada usia di mana calon mempelai telah sempurna akal pikiran dan mental, serta siap melakukan proses reproduksi," tegas Muhajir.
Pernikahan anak, katanya, akan berpotensi menghasilkan bayi yang kurang sehat karena anak perempuan di bawah usia 18 tahun fisiknya belum siap untuk melahirkan. Orang tua berperan sangat besar untuk mencegah perkawinan anak. Karena itu, orangtua harus bijaksana dan memikirkan dampak panjang yang akan terjadi bila menikahkan anak.
Keputusan untuk menikahkan anak inilah yang mestinya dipertimbangkan secara bijaksana oleh orang tua. Karena itu, orang tua perlu diedukasi mengenai sosialisasi pencegahan perkawinan usia dini, bahaya seks bebas dan perkawinan yang tidak tercatat, demi terwujudnya generasi bangsa yang lebih unggul.Â