Rasullullah dan para sahabat yang jelas-jelas sudah dijamin surga oleh Allah SWT juga selalu mempersiapkan diri enam bulan menjelang bulan Ramadhan. Dengan cara memperbanyak ibadah seperti shalat dan puasa sunah, beristighfar atau memohon  ampunan atau bertaubat. Mengapa kita tidak seperti itu?
Pertama, persiapan ruhiah. Mengapa persiapan ini diperlukan karena "pertarungan" pada bulan Ramadhan, tidak sebatas fisik, tapi lebih pada mental spiritual.
Puasa Ramadhan sendiri diartikan menahan diri dari yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Menahan diri di sini juga diartikan menahan diri dari yang merusak kualitas puasa Ramadhan.
Puasa juga adalah bentuk pelatihan dan pendidikan bagi manusia agar bisa menahan diri dari makan, minum, dan syahwat di siang hari. Juga melatih manusia menahan nafsu serakah, tamak dan rakus, serta menahan diri dari segala kemaksiatan.
Banyak dari kita, sudah mampu menahan lapar dan haus, namun, hawa nafsu terkadang kurang kendali. Masih saja ada yang tidak mampu menahan amarah padahal kita harus bersabar dalam menjalani puasa. Ada yang berpuasa tapi masih melakukan maksiat.
Karena itu, persiapan ruhiah amat penting. Di antaranya dengan menguatkan iman, azam (tekad), dan niat agar dimudahkan oleh Allah.
Sebenarnya, kata ustadz, persiapan ruhiyah ini sudah dimulai pada bulan Rajab dan Sya'ban, yaitu dengan menjalankan puasa sunah Rajab dan Sya'ban. Ini adalah puasa "pemanasan" menuju Ramadhan.
Inilah makna dari ungkapan terkenal di kalangan salafus-shaleh, "Rajab bulan menanam, Sya'ban bulan menyiram, Ramadan bulan panen". Ada juga doa yang lazim dipanjatkan, "Ya Allah, berkahi kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan pertemukan kami dengan Ramadan".
"Menggiatkan ibadah dan ketaatan di bulan mulia ini dengan niat bahwa ini adalah bulan mulia dan juga sebagai persiapan menuju Ramadan," ujarnya.