Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Worklife Balance Saya, Bekerja dengan Nyaman

31 Januari 2021   22:14 Diperbarui: 31 Januari 2021   22:35 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah...., selama 27 tahun menjalani profesi yang saya geluti, sejauh ini sih saya tidak merasa dibebani banyak tugas. Malah yang ada santai. Jadi, saya merasa antara bekerja dan kehidupan di luar kantor sudah cukup seimbang. Tidak ada masalah dengan worklife saya.

Itu sebabnya saya merasa nyaman. Karena nyaman itulah saya betah bekerja di kantor yang menaungi saya. Karena hal mendasar yang saya perhitungkan dalam bekerja, ya kenyamanan.

Gaji ok tapi kalau tidak nyaman? Gaji besar tapi terlalu banyak pekerjaan? Tuntutan dan tanggung jawab meningkat? Bukankah akan membuat stress? Terus terang, saya bukan tipe orang ngoyo. Yang harus bekerja, bekerja, dan bekerja. 

Bagaimana pun kenyamanan dalam bekerja akan mempengaruhi produktifitas kerja saya. Selama saya sudah menjalankan tugas saya sesuai penugasan, bagi kantor dan saya itu sudah cukup.

Itu sebabnya, saya tidak merasa stres atau tertekan karena beban pekerjaan. Yang ada saya malah enjoy. Terbukti sudah 27 tahun ini saya menjalani profesi saya. Dan, selama itu saya tidak merasa waktu istirahat saya terganggu.

Mungkin karena sudah lama bekerja, saya jadi punya posisi tawar yang cukup kuat. Beda ketika di awal-awal bekerja, disuruh kerjakan ini kerjakan itu, saya tidak punya kuasa untuk menolak.

Kalau saya menolak, bisa-bisa kinerja saya dinilai jelek, apalagi masih baru. Pernah saya pulang sampai larut malam. Jam 12 malam masih berkeliaran di jalan. Saya serasa berada di sarang penyamun.

Sepanjang perjalanan saya tidak putus-putus berdoa agar selamat sampai di rumah. Apalagi waktu itu naik kendaraan umum. Alhamdulillah, beberapa kali pulang tengah malam, sampai di rumah dengan selamat.

Setelah hitungan tahun, barulah saya mulai merasa "bebas". Ketika ada tugas yang diberikan kepada saya, saya bisa menolaknya, misalnya dengan jawaban bahwa itu bukan bagian dari job desk saya.

"Maaf, pak, saya bukannya tidak mau menjalankan tugas yang bapak berikan, tapi kalau untuk urusan ini, itu bagiannya Junaedi (sebut saja begitu). Saya tidak enak. Nanti disangkanya saya menyerobot job desknya," kata saya kepada pimpinan saya.

"Oh, begitu ya. Ya sudah, nanti saya hubungi Junaedi," katanya.

"Terima kasih ya pak," kata saya lega.

Sebenarnya, saya bisa saja mengerjakan tugas yang diberikan, tapi ya kan harus sesuai dengan job desk. Nanti yang ada hubungan saya dengan rekan kerja jadi bermasalah.

Karena saya pekerja lapangan, saya tidak dituntut harus ke kantor setiap hari. Laporan yang masuk ke kantor sudah dianggap saya hadir di kantor. Kalau pun saya ke kantor, saya juga tidak perlu berlama-lama di kantor.

Syukurnya, kantor saya tidak menuntut saya harus ke kantor dari pagi sampai sore seperti kantor-kantor lain. Kecuali kalau saya mendapat giliran piket. Jadi, saya masih bisa mengurus anak-anak. Menyiapkan sarapan dan perlengkapan sekolahnya.

Dulu, ketika anak-anak saya masih TK saya masih bisa mengantar anak-anak sekolah. Terkadang bisa menjemputnya. Setelah itu, baru deh saya ke kantor kalau tidak ada penugasan ke lapangan.

Oh iya, saya juga jarang banget membawa pekerjaan ke rumah. Saya sebisa mungkin menyelesaikannya di luar. Bagi saya, di rumah waktunya saya bersama keluarga. Menyiapkan makan malam atau mendampingi anak mengerjakan PR.

Sekarang saja saya lebih banyak mengerjakan pekerjaan kantor di rumah, itu semata-mata karena Covid-19. Tapi saya masih bisa mengatur waktu saya.

Cara lainnya, dengan mencatat semua tugas dan pekerjaan agar dapat menyelesaikan semua pekerjaan secara tepat waktu. 

Saya juga tipe orang yang menghindari jam lembur  atau bekerja ketika akhir pekan. Karena yang saya pikirkan anak-anak saya. Selain itu,  semakin lama waktu saya bekerja, maka konsentrasi semakin menurun.  

Tidak lupa saya juga menyisihkan waktu untuk "me time", misalnya ke klinik kecantikan meski hanya satu atau dua bulan sekali. Itu sudah cukup memanjakan diri saya sendiri.

Atau waktunya saya bermalas-malasan. Seharian tidak melakukan kegiatan apapun selain membaca, main games, menonton.  Biasanya itu saya lakukan di hari Minggu ketika si mbak libur.

Bagi saya, ini cara saya mencintai diri saya dengan meluangkan waktu untuk merawat fisik dan mental saya. Dengan begitu, saya akan siap dalam melakukan pekerjaan berikutnya yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dalam pekerjaan.

Tak lupa juga ada hari khusus bersama keluarga saya. Tidak melulu ke tempat wisata, tapi juga bisa diisi dengan makan di luar bersama atau olahraga bersama.

Menghabiskan waktu bersama keluarga juga penting. Ya kan tidak ada gunanya juga bila meraih kesuksesan di tempat kerja tetapi pulang ke rumah terjadi pertengkaran karena kurangnya waktu bersama. 

Work Life Balance jika diterjemahkan artinya keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan di luar kantor sehari-hari. Atau, secara sederhana bisa diartikan suatu kondisi seorang pekerja bisa mengatur waktu yang baik (seimbang) antara pekerjaan di tempat kerja dengan kebutuhan pribadi, rekreasi, dan kehidupan berkeluarga.

Jika melihat dari definisi ini, berarti worklife balance saya sudah cukup terukur dan terarah. Sepertinya sih begitu, ya semoga saja begitu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun