Apa film yang akan tayang tahun 2021 ini? Saya kasih bocoran ya, sedikit saja, jangan banyak-banyak. Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Nanti bisa mempengaruhi mood seperti jadi tidak penasaran lagi?
Karena saya dapat bocoran dari relasi saya, maka saya ingin membocorkannya di sini. Kebetulan Kompasiana mengajak kita untuk memprediksi film di tahun ini. Jadi, saya bagi-bagi informasilah walau sedikit. Nah, baik kan saya... :)
Saya kasih tahu ya, film yang sebentar lagi bakal tayang di tahun ini adalah film berjudul "YUNI". Kapan pastinya, tunggu saja tanggal mainnya. Pasti nanti ada woro-woronya kok. Yang jelas di tahun ini juga.
Film YUNI ini diproduksi oleh Fourcolours Films. Itu lho yang sukses memproduksi film "Kucumbu Tubuh Indahku" yang disutradarai
Garin Nugroho. Film ini pun menjadi Film Terbaik FFI 2019.
Foucolours Film adalah rumah produksi independen yang berbasis di Yogyakarta, yang aktif sejak tahun 2001 memproduksi berbagai film pendek dan kerap meraih berbagai penghargaan di festival film internasional.
"YUNI" sendiri adalah film panjang karya ketiga Kamila Andini, lulusan Sosiologi dan Seni Media di Universitas Deakin, Melbourne, Australia. Film panjang pertamanya berjudul "The Mirror Never Lies" (2011) dan yang kedua diberi judul "Sekala Niskala" (2017).
Dari nama judulnya saja, film yang sudah dipersiapkan sejak 2017 ini mengisahkan tentang perempuan bernama Yuni, tentang mimpi dan pilihan remaja berusia 16 tahun.
Film berdurasi 90 menit ini terinspirasi dari puisi terkenal "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono, karena tokoh utama yang bernama Yuni lahir di bulan Juni, di musim yang sama: hujan. Hujan yang turun tidak pada musim yang tepat.
Dikisahkan, Yuni (yang entah diperankan oleh siapa, masih rahasia), seorang remaja perempuan yang tumbuh dewasa, yang menyadari dunianya kian kecil. Padahal, ia adalah gadis remaja yang cerdas dengan sejumlah impian besarnya.
Maka usai lulus SMA, ia pun berencana mengejar mimpi-mimpinya. Sayangnya, apa yang menjadi mimpinya tak sama dengan realita yang ada. Karena ketika baru saja mau mengejar mimpi, Yuni dilamar oleh pria yang ia tak kenal. Jelas Yuni menolak.
Tak lama kemudian datang lamaran kedua. Yuni lagi-lagi menolak karena masih ingin mewujudkan mimpi-mimpinya. Lalu lamaran ketiga datang dari guru Yuni sendiri. Apakah ia akan menerimanya?
Di sinilah Yuni kemudian galau. Ia diingatkan tak baik bagi seorang perempuan menolak lamaran hingga tiga kali. Karena berdasarkan mitos, jika itu terjadi, maka perempuan itu tak akan menikah selamanya.
Yuni pun gamang. Ia seorang remaja yang penuh impian. Remaja yang akrab dengan media sosial saat ini, yang menunjukkan dunia seolah-olah ada di tangannya. Masa iya, ia harus memikirkan pernikahan dan lamaran. Sesuatu yang belum terbersit di benaknya.
Apakah Yuni akan menikah dengan sang guru bernama Pak Damar yang mengajarkannya sastra puisi atau ia memilih kabur bersama Yoga, lelaki pemalu di sekolahnya?
Bagaimana ending dari "Yuni"? Happy or sad? Saya belum tahu. Saya juga penasaran bagaimana kelanjutan hidup Yuni yang dipaksa berkembang di usianya yang masih remaha, di saat yang tidak tepat.
Film ini berusaha menggali benturan dan kontras dalam masyarakat. Tapi cerita khusus ini bukan tentang menantang norma sosial. Ini tentang membebaskan diri kita sendiri. Film ini tentang kontrol. Bagaimana Yuni mengontrol dirinya sendiri.
Kamila Andini, sang sutradara film panjang "Yuni" mengaku sangat bersemangat dengan film panjang terbarunya. Terlebih sudah cukup lama jeda dari sejak dipersiapkan.
Film ini menggunakan pendekatan yang intim dan personal untuk menunjukkan jarak yang Yuni rasakan antara dirinya dan tempatnya. Terasing dari usianya, pilihannya, desanya, dan mimpinya.
"Saya sangat ingin membawa karya terbaru saya ke masyarakat. Saya begitu optimis karena segala kreativitas saya semuanya saya curahkan untuk film ini," begitu katanya dalam email yang saya terima pada 12 Januari 2021.
Bagaimana dara kelahiran Jakarta 6 Mei 1986, ini tidak optimis. Dua film panjang karya sebelumnya mendapat sambutan hangat dari masyarakat dunia.
Sebut saja 'The Mirror Never Lies" yang membawanya mengelilingi lebih dari 30 festival film termasuk Berlinale, Busan, Edinburgh, Seattle. Hebatnya, ia mendapatkan lebih dari 15 penghargaan di sirkuit festival.
Film panjang keduanya, "Sekala Niskala" berkompetisi di sesi Platform di Toronto International Film Festival 2017, dan memenangkan Grand Prix Jury Award di Generation KPlus di Berlinale 2018.
Sementara itu, dua film pendek, "Sendiri Diana Sendiri" dan 'Memoria", diputar di Busan dan Toronto Film Festiva. Ia pun memenangkan penghargaan sebagai Best Youth Feature Film di APSA 2017, Grand Prix Tokyo Filmex 2017, dan Golden Hanoman JAFF 2017.
Ifa Isfansyah, produser film panjang "Yuni", Â menyatakan rasa syukurnya film "Yuni" telah melalui proses pengambilan gambar sebelum pandemi Covid-19. "Saat ini, kami menanti waktu yang tepat agar bisa bertemu penonton," ujarnya.
"Yuni" sendiri merupakan produksi kerjasama dengan Akanga Film Asia (Singapura), Manny Films (Perancis) dan Kedai Film (Indonesia). Karya ini mendapatkan dukungan pendanaan dari banyak pihak.
Ada Infocomm Media Development Authority (IMDA), Singapore Film Comission, Aide Aux Cinmas Du Monde CNC France,Visions Sud Est Switzerland, Purin Pictures Thailand, MPA-APSA Academy Film Fund Australia, dan terseleksi menjadi bagian dari Torino Film Lab di Italia.
Kerinduan kita akan menikmati karya film panjang baru dalam negeri, semoga akan dapat terobati dengan film panjang 'Yuni' di tahun 2021 ini. Film bergenre drama ini mengajak kita berkenalan dengan Yuni, berkenalan dengan semua mimpi dan dunianya.Â
Penasaran? Sama, saya juga penasaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H