Sebelum ke air terjun, kami pun memutuskan bersantap siang di pinggir sungai. Ada banyak penjual makanan yang menggelar tikar sebagai tempat makan bukan di kedai. Kami memilih tempat yang tak jauh dari air terjun.
Warung-warung ini memliki menu-menu khas daerah Tawangmangu yang enak, sebut saja sate kelinci dan sate landak. Dua olahan yang menjadi kuliner khas wilayah ini sebagaimana yang tertera dalam daftar menu yang diletakkan di atas meja.
Kami pun memesan makanan. Anak pertama saya memesan sate kelinci dan sate landak. Sementara anak kedua, anak ketiga, dan Aninda, kawan anak pertama saya, memesan sate ayam.Â
Semua jenis sate ini memakai lontong. Daging-dagingnya sangat empuk, berpadu dengan bumbu-bumbu khas yang sudah ada sejak turun-temurun.
Kalau suami memesan nasi goreng telur. Saya sendiri hanya memesan susu coklat panas untuk membuat tubuh saya kembali segar. Makan nanti sajalah, lihat si kecil apakah habis makanannya? Dan, nyatanya tidak. Jadilah, saya yang menghabiskan.
Kami ke air terjun bergantian agar ada yang bisa menjaga barang-barang yang kami taruh di tempat makan. Karena saya "kloter" terakhir, jadi saya bisa meluruskan kaki sejenak sambil menghirup dalam-dalam udara segar pergunungan.
Sebenarnya untuk merasakan kesegaran air terjun Jumog yang bersumber langsung dari Gunung Lawu, bisa saja dari aliran sungai dekat kami makan. Sama sejuknya kok.
Bermain air atau merendamkan kaki di sungai menjadi aktivitas yang bisa dilakukan pengunjung. Kesegaran dan kesejukan air siap memanjakan wisatawan. Tapi memang sensasi dan suasananya berbeda jika berada di air terjunnya langsung.
Air Terjun Jumog dengan ketinggian kurang lebih 30 meter ini berada di satu lembah yang ditumbuhi dengan pepohonan hijau. Alirannya pun tidak terlalu deras, juga tidak terlalu kecil.Â