Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Giwo Rubianto: Sehebat Apapun Perempuan, Jangan Lupakan Kodratnya

22 Desember 2020   09:27 Diperbarui: 22 Desember 2020   09:30 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya dan sahabat saya, Ashriati, bersama Ibu Giwo (Dokumen pribadi)

Saya mengenal Ibu Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), jauh sebelum saya menikah. Jika usia pernikahan saya sudah 16 tahun, berarti saya berkawan dengan Ibu Giwo lebih dari itu lamanya.

Bisa jadi lebih dari 20 tahun karena seingat saya, di awal-awal saya bekerja tak lama kemudian saya bertemu dengannya. Saya sendiri mulai bekerja pada Juli 1994. Jadi, kemungkinan besar saya berelasi dengannya pada 1995.

Selain sebagai pengusaha properti dan kontraktor, Ibu Giwo yang mantan model ini juga sosok yang aktif dalam berbagai organisasi, termasuk organisasi sosial. Ia mengetuai sejumlah organisasi yang kesemuanya "bergenre" perempuan. 

Sebut saja ia menjabat Ketua Umum Pita Putih Indonesia (PPI) yang fokus pada penurunan angka kematian ibu dan angka kematian anak. PPI sendiri telah menjadi bagian dari aliansi global bernama Global White Ribbon Alliance (GWRA) yang berpusat di Washington DC dan London.

Ia juga Ketua Umum YPWI ISWI (Yayasan Pendidikan wanita Indonesia Ikatan Sarjana Wanita Indonesia), Ketua Umum Gerakan Wanita Sejahtera (GWS), Ketua DPD ISIKKI-IHEA DKI Jakarta Ikatan Sarjana Ilmu Kesejahteraan Keluarga Indonesia, Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi), anggota IALI (Ikatan Arsitektur Lansekap Indonesia), dan banyak lagi.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2004-2007 ini juga aktif dalam partai politik berlambang pohon beringin. Pokoknya sibuk, yang bisa jadi mengalahkan kesibukan seorang menteri. Yang membuat saya salut, ia tetap bisa menomorsatukan keluarga.

Tidak hanya itu. Ibu Giwo juga sering melakukan kegiatan sosial seperti mengunjungi panti asuhan, memberi santunan kepada anak jalanan, pesantren dan tempat-tempat tidak layak huni. Kegiatan yang sejatinya sudah diakrabinya sejak ia kecil. Saat itu, sang ibu sering mengajaknya berbaur dengan berbagai lingkungan sosial. 

Sahabat saya, Inung Kurnia, Ibu Giwo, dan saya (Dokumen pribadi)
Sahabat saya, Inung Kurnia, Ibu Giwo, dan saya (Dokumen pribadi)
Mata dan memorinya pun telah merekam beragam sisi kehidupan dari berbagai lapisan masyarakat. Saya juga sering diajaknya untuk berbaur bersama anak-anak penyandang disabilitas, berkumpul bersama anak-anak panti asuhan, ikut berbagi kebahagiaan dengan anak-anak penyandang kanker, atau berkumpul dengan para lansia di rumah jompo.

Sungguh, kegiatan yang saya sukai karena dapat mengasah jiwa empati dan sosial saya. Yang dapat membuka mata hati saya bahwa ada kehidupan lain yang harus kita support. Dan, semakin menyadarkan saya bahwa kehidupan saya masih jauh lebih beruntung.

"Masa kecil saya sangat bahagia," kenang Putri Ayu 1981 ini. Tidak heran, saat ia melihat kondisi anak-anak yang sempat mengalami kekerasan atau kurang menyenangkan, ia menjadi sangat tersentuh hatinya, yang menimbulkan rasa kekhawatiran dari dirinya sendiri dan mendorongnya untuk berkecimpung di dunia anak-anak 

Hebatnya, meski ia disibukkan dengan sejumlah aktifitas -- bekerja, berorganisasi, berpolitik, namun ia mampu menyeimbangi dirinya sebagai istri dan ibu. Ia selalu menekankan kepada saya untuk tidak melupakan kodrat perempuan sebagai istri dan ibu dari empat anak -- Ato Wurianto, Agi Wibianto, Adito Wirbianto, dan Ardi Amandianto.

"Apapun jabatan kita, seberapa banyak kekayaan kita, isteri tetaplah isteri yang harus memposisikan dirinya sebagai isteri, yang menghormati dan menghargai suami," katanya suatu ketika saya apa resepnya menjaga keluarga tetap harmonis di tengah kesibukannya.

Prinsip yang menginspirasi yang sampai saat ini saya ikuti. Meski saya seorang pekerja, yang sering disibukkan dengan urusan pekerjaan atau penugasan ke luar kota, urusan keluarga tetap menjadi skala prioritas saya. Terbukti, sebelum dan sesudah beraktifitas di luar rumah, saya masih bisa mengurus anak-anak saya.

Bagi Ibu Giwo, menjadi pemimpin bukanlah jalan mencari pengikut melainkan untuk melahirkan kader atau calon-calon pemimpin di masa depan. konsepnya adalah pemberdayaan. Pemimpin bukan hanya mampu mengkoordinir tapi juga mampu menjadi panutan dan teladan yang baik.

Saya, sahabat saya, Dewi Syafrianis, dan Ibu Giwo (Dokumen pribadi)
Saya, sahabat saya, Dewi Syafrianis, dan Ibu Giwo (Dokumen pribadi)

Ibu Giwo adalah penyuka hewan kura-kura. Ia mengoleksi berbagai hal yang "berbau" kura-kura. Mulai dari bross, batik, tas, asbak, perhiasan, baju, hewan hidup kura-kura, bahkan surat undangan pernikahan anak-anaknya ada motif kura-kura. Tak terhitung jumlahnya. Sampai-sampai ia meraih piagam penghargaan dari Museum Rekor Indonesia sebagai kolektor kura-kura terbanyak di Indonesia (bahkan dunia).

Dari kura-kura Ibu Giwo mendapatkan banyak pelajaran, sekalipun hewan tersebut hanya mampu berjalan lambat. Prinsipnya, biar lambat asalkan selamat. Meski lambat tapi memiliki tujuan yang pasti. Prinsip itulah yang selalu dipegangnya. Baginya, hewan yang bertempurung itu memiliki kelebihan lainnya dibanding hewan lain. 

Hewan tersebut baginya mempunyai filosofi yang sangat kuat yang bisa diterapkan dalam pernikahan, yang dapat membentuk keluarga yang kokoh dan bahagia. Kura-kura juga bisa dijadikan lambang kebahagiaan, kemakmuran, dan panjang umur. 

"Setiap gerak gerik kura-kura selalu tersirat makna kesabaran, ketelitian, berjiwa tenang, pantang menyerah, penuh kebijaksanaan dan ketegaran. Berdasarkan Feng Shui, kura-kura merupakan lambang bukit perlindungan daerah Utara yang kokoh dan kuat. Juga simbol kenyamanan dan kedamaian," terangnya.

Dari sosoknyalah yang mengajarkan saya untuk tidak melupakan kodrat saya sebagai isteri dan ibu mengingat saya yang sudah berkeluarga. Jika kita memahami kodrat perempuan, insyaallah akan tercipta keluarga yang bahagia dan harmonis.

Tak lupa juga pemerhati masalah keluarga dan anak ini mengingatkan saya (dan keluarga lainnya) untuk selalu menjaga komunikasi dengan pasangan dan anak-anak. Karena pada umumnya, persoalan yang terjadi di keluarga disebabkan kurangnya komunikasi yang hangat dan akrab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun