Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mari Berpantun!

19 Desember 2020   20:13 Diperbarui: 19 Desember 2020   20:19 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi Indonesia sendiri pantun menjadi tradisi budaya ke-11 yang diakui oleh UNESCO. Sebelumnya Pencak Silat juga ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 12 Desember 2019.

Warisan Budaya Takbenda lainnya yang diakui Unesco yaitu keris (2008), pertunjukan wayang (2008), pendidikan dan pelatihan batik (2009), batik (2009), angklung (2010), tari Saman (2011), noken (2012), tari tradisional Bali (2015), dan pinisi (2017).
 
Sejatinya, pantun bukanlah hal asing bagi masyarakat kita. Pantun pernah juga dipelajari ketika saya SD, SMP, dan SMA. Jadi, sudah akrablah. Generasi sebelum saya pastinya sudah sering mendengarkan mengingat tradisi lisan pantun ini telah hidup lebih dari 500 tahun.

Bagi beberapa adat suku bangsa Indonesia, pantun tidak bisa dipisahkan dari komunikasi sehari-hari. Setiap pantun yang disampaikan selalu ada pesan moral di dalamnya. Jadi, bukan sekedar alat komunikasi sosial.

Pantun memang tidak bisa lepas dari masyarakat Indonesia dan Malaysia. Karenanya, pengakuan Unesco ini semakin menguatkan kedekatan kedua negara serumpun. Terlebih sama-sama memiliki identitas, budaya, dan tradisi melayu.

Jadi, seiring dengan pengakuan Unesco ini, pantun harus dikembangkan dan dikenalkan kepada generasi milenial. Sebab banyak nilai luhur di dalamnya. Dalam setiap pantun, ada petuah-petuah yang dapat membentuk karakter seseorang.

Kalau bisa berpantun menjadi kebiasaan sehari-hari. Kalau perlu dalam setiap kegiatan resmi diisi juga dengan pantun. Bukan hanya oleh masyarakat Melayu, tetapi seluruh masyarakat Indonesia.

Bagi saya, pantun juga melatih kreativitas kita dalam bermain kata. Dan itu artinya mengasah ide kreatif kita. Ada pembuka kata sebelum mengutarakan maksud. Kalau menjadi kebiasaan, pantun bisa membumi.

Kita bisa mencontoh Malaysia dengan seri animasi "Upin-Ipin" dengan karakter Jarjit yang suka berpantun di setiap suasana. Jarjit membuktikan pantun mengasyikkan dan bisa diterapkan pada ragam kondisi.

Atau seperti maskapai penerbangan Citilink yang dalam beberapa kesempatan saya naik ini penumpang selalu disuguhi dengan pantun.


"Kalau ingin ke bank, jangan ke dokter gigi. Kalau ingin terbang, jangan lupa naik Citilink lagi." Begitu sang pilot berpantun saat pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Soekarno Hatta.

"Ke pasar beli handuk, gambarnya berbentuk pita. Wahai penumpang yang sedang duduk, selamat datang di Jakarta," kata crew pesawat sesaat setelah mendarat mulus di Bandara Halim Perdanakusuma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun